I.
Pendahuluan
Ada
kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau
pupuk kimia untuk mendukung usaha taninya. Ketergantungan ini disebabkan oleh
faktor yang berkaitan dengan karakteristik pupuk anorganik, antara lain
kandungan unsur hara yang relatif tinggi dan penggunaan yang relatif praktis,
meskipun sebenarnya petani menyadari harga pupuk anorganik lebih mahal. Kondisi
ini semakin terasa dengan semakin naiknya harga sarana produksi pertanian,
terutama pupuk organik. Namun proses pengomposan secara alami untuk mendapatkan
pupuk organik memerlukan waktu yang cukup lama dan dianggap kurang dapat
mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat. Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan
pupuk organik kini ditemukan beberapa aktivator yang dapat mempercepat proses
pengomposan sehingga kontinuitas produksi pupuk organik lebih terjamin.
II.
Isi
A.
Kompos cacing tanah
Kompos
cacing tanah atau terkenal dengan casting yaitu proses pengomposan juga dapat
melibatkan organisme makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara cacing tanah
dengan mikro organisme memberi dampak proses penguraian yang berjalan dengan
baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, tetapi
kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahan-bahan yang
akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing. Dengan
demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat.
Hasil dari proses
vermikomposting ini berupa casting. Ada juga orang mengatakan bahwa casting
merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk. Casting ini mengandung
partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian
dikeluarkan lagi. Kandungan casting tergantung pada bahan organik dan jenis
cacingnya. Namun umumnya casting mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman
seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang
lengkap, apalagi nilai C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan
sebagai pupuk.
B. Mengenal Cacing Tanah
Cacing
tanah merupakan hewan verteberata yang hidup di tempat yang lembab dan tidak
terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan
air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60 - 90%. Selain tempat
yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah,
temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan.
Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor
yang sangat poenting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu
ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius.
Cacing yang dapat mempercepat proses pengomposan sebaiknya yang cepat
berkembang biak, tahan hidup dalam limbah organik, dan tidak liar.
Dari persyaratan tersebut, jenis cacing yang
cocok yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia
foetida, dan Pheretima asiatica.
Cacing ini hidup dengan menguraikan bahan organik. Bahan organik ini menjadi
bahan makanan bagi cacing. Untuk memberikan kelembaban pada media bahan
organik, perlu ditambahkan kotoran ternak atau pupuk kandang. Selain memberikan
kelembaban, pupuk kandang juga menambah karbohidrat, terutama selulosa, dan
merangsang kehadiran mikroba yang menjadi makanan cacing tanah.
C. Memperoleh Bibit Cacing
Dalam
pembuatan casting, penyediaan bibit cacing merupakan hal yang utama. Bibit ini
dapat diperoleh di peternak cacing. Dengan membeli di peternak, cacing yang
diperoleh telah jelas jenis, umur dan beratnya. Di peternak, bibit cacing
dijual per kilogram. Dalam membeli cacing tersebut, perlu disediakan wadah
untuk membawanya. Wadah ini dapat berupa wadah plastik yang biasanya juga untuk
budidaya cacing. Wadah ini kemudian diisi media (biasanya dari peternak) lalu
diisi cacing yang telah ditimbang. Untuk mengurangi sinar matahari, wadah
ditutup dengan potongan batang pisang.
D. Cara Pembuatan
Ada
dua cara pembuatan casting. Cara pertama, dalam cara ini perlu dipersiapkan
mengenai cacingnya, bahan yang dikomposkan, dan lokasi pengomposan. Setelah
semuanya disiapkan, tinggal proses pengomposan.
E. Pengadaan cacing tanah
Jumlah
cacing yang diperlukan belum ada patokan. Ada yang menggunakan pedoman bahwa
setiap meter persegi dengan ketebalan media 5-10 cm dibutuhkan sekitar 2000
ekor cacing atau luas 0,1 m2 dibituhkan 100 gram cacing tanah. Perlu diketahui
bahwa dalam satu hari cacing tanah akan memakan makanan seberat tubuhnya,
misalnya bobot cacing 1 gram maka dalam satu hari cacing akan memakan 1 gram
makanan.
F. Bahan
Bahan
yang digunakan berupa limbah organik, seperti sisa sayursayuran, dedaunan atau
kotoran hewan. Dengan demikian proses pengomposan cara ini mempunyai beberapa
keuntungan yaitu dapat mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk
organik dan menghasilkan pupuk organik dan menghasilkan cacing yang menjadi
sumber protein hewani bila digunakan sebagai pakan ternak. Bahan organik ini
tidak dapat langsung digunakan atau diberikan kepada cacing, tetapi harus
dikomposkan atau difermentasikan. Caranya yaitu dibiarkan sekitar 1 minggu. Selain
bahan organik yang diberikan pada awal sebagai media, diperlukan juga makanan
tambahan untuk menghindari makanan yang asam karena berbahaya bagi cacing.
Makanan tambahan ini dapat berupa kotoran hewan atau sisa tanaman yang telah
dihaluskan.
G. Wadah
Wadah
yang digunakan untuk budidaya cacing maupun pembuatan casting dapat berupa
kayu, plastik, atau hanya berupa lubang-lubang dalam tanah. Perlu diperhatikan,
wadah tersebut tidak terbuat dari logam atau alumunium yang dapat membahayakan
cacing. Beberapa bahan serta ukuran yang biasa dibuat untuk wadah pembudidayaan
cacing yaitu: kotak kayu berukuran 60 x 45 x 15 cm3, lubang tanah berukuran 8 x
0,2 m3, drum berdiameter 100 cm, tinggi 45 cm.
H. Proses Pengomposan
1.
Limbah
organik seperti sampah daun atau sayuran ditumpuk dan dibiarkan agar gas yang
dihasilkan hilang. Tumpukan itu disiram air setiap hari dan dibalik minimal 3
hari sekali. Proses ini dilakukan sekitar 1 minggu.
2.
Setelah
sampah tidak panas (suhu normal), tempatkan di wadah yang telah disediakan.
Akan lebih baik bila dicampur dengan kotoran hewan yang tidak baru dan tidak
kadaluwarsa. Pencampuran kotoran hewan ini dimaksudkan untuk menambah unsur
hara bagi pupuk yang dihasilkan. Setiap hari ditambahkan makanan tambahan
berupa kotoran hewan yang telah diencerkan seberat cacing yang dipelihara,
misalnya cacing 1 gram maka makanan tambahan yang ditambahkan juga 1 gram.
3.
Proses
pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-butir
kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil kompos ini juga
tidak berbau.
4.
Setelah
cacing jadi, cacing dipisahkan dari casting secara manual yaitu dengan bantuan
tangan. Hasil casting dikering anginkan sebelum dikemas. Casting dari proses
ini ternyata mengandung komponen biologis dan khemis. Komponen biologis yang
terkandung yaitu bakteri, actinonmycetes, jamur, dan zat pengatur tumbuh
(giberelin, sitokini dan auksin). Adapun komponen kimianya yaitu pH 6,5 – 7,4,
nitrogen 1,1 – 4%, fosfor 0,3 – 3,5%, kalium 0,2 – 2,1%, belerang 0,24 – 0,63%,
mangnesium 0,3 – 0,6%, dan besi 0,4 – 1,6%.
I.
Cara
kedua
Cara
ini dilakukan dengan cara: cacing yang berperan dalam proses ini sangat spesifik
karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat menguraikan jenis bahan
organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami, sayuran maupun dedaunan.
Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran kerbau, cacing jenis ini akan
mati. Jenis cacing yang berasal dari taiwan ini belum diketahui sifat pastinya
yang jelas, cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil dibandingkan jenis
cacing pada umumnya, rata-rata sepanjang korek api, tubuhnya berwarna merah. Karena
cacing ini hanya menguraikan kotoran kerbau, maka bahan utama untuk casting ini
adalah kotoran kerbau. Kotoran yang baik untuk dikomposkan kirakira telah
dibiarkan seminggu. Apabila kurang dari seminggu, kotoran terlalu lembab. Namun
apa bila terlalu lama maka kotoran terlalu kering (kelembabannya kurang). Tempat
pengomposan sebaiknya beralas semen dan ternaungi dari sinar matahari maupun
air hujan. Ingat cacing tidak tahan sinar matahari langsung.
Tahap-tahap pengomposan sebagai berikut:
1. Cacing (biasanya dengan medianya) dicampur
dan diletakkan diantara kotoran kerbau. Kotoran yang telah berisi cacing
diletakkan dibentuk seperti bedengan dengan lebar 60 cm, tinggi kurang lebih 15
dan panjang tergantung bahan dan lokasi. Apabila kotoran ini terlalu kering
karena telah lama dibiarkan (lebih dari seminggu), sebaiknya kotoran ditutup
dengan karung goni untuk menjaga kelembaban.
2. Setelah 2-3 minggu, bedengan kotoran
tersebut agak diratakan sehingga permukaan menjadi lebar kurang lebih 1 m.
Perlakuan ini untuk meratakan cacing juga.
3. Setelah 2-3 minggu, bedengan dikumpulkan
lagi seperti nomor 2. Pada saat ini kotoran tidak menggumpal lagi, sebagian
besar telah berubah menjadi gembur (remah). Pada tahap ini, disisi kiri dan
kanan bedengan diberi tumpukan kotoran kerbau lagi. Hal ini dilakukan karena
cacing yang telah selesai memakan kotoran yang pertama akan mencari makanan
yang baru yaitu kotoran yang baru diletakkan. Proses ini diperkirakan
berlangsung selama 1 minggu.
4. Kotoran dalam bedengan 1 akan bertambah
gembur, remah, lebih kering, dan tidak berbau tidak ada yang menggumpal.
Kotoran kerbau yang telah menjadi casting ini disaring dengan saringan pasir
sehingga diperoleh hasil casting yang halus. Sisa dari penyaringan, berupa
tanah atau jerami yang tidak tersaring sebaiknya dibuang atau disisihkan.
5. Pada tahap ini kemungkinan masih ada casting
yang lolos dari saringan sehingga perlu dikeluarkan. Caranya yaitu dengan
meletakkan kotoran kerbau yang masih bongkahan disisi atau disekitar gundukan.
Tunggu sekitar 1 minggu. Dalam waktu tersebut diharapkan cacing akan keluar
dari gundukan casting dan berpindah ke kotoran kerbau yang baru.
6. Casting yang telah disaring dapat disaring
lagi agar hasil yang diperoleh lebih bagus. Adapun kotoran yang telah berisi
casting dipisahkan untuk diproses menjadi casting seperti no.2. Casting yang
telah jadi dikemas dengan plastik. Dari hasil laboratorium, casting yang
dihasilkan dari kotoran kerbau mempunyai kandungan sebagai berikut:
·
Kadar
lengas (%) 2mm : 10,286
·
Kadar
lengas (%) 0,5 mm : 10,1
·
C
(%) : 39,532
·
BO
(%) : 68,158
·
N
total (%) : 1,182
·
P
total (ppm P) : 456,748
·
K
total (%) : 1,504
·
Ca
total (%) : 0,208
·
Mg
total (%) : 0,048
·
Zn
(ppm) : 174,032
·
Cu
(ppm) : tak tersidik
·
Mn
(ppm) : 1610,676
·
Fe
(%) : 1,174
·
Humat
(%) : 0,952
·
Fulfat
(%) : 0,626
III.
Pembahasan
Kompos
adalah pupuk organik yang dihasilkan dari pembusukkan. Pembuatannya dilakukan
pada suatu tempat yang terlindung dari panas dan hujan. Pupuk kompos berfungsi
mempebaiki kesuburan tanah dan sekaligus meningkatkan produktivitas tanah dan
lahan. Pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos dibandingkan pupuk buatan
anorganik mempunyai kelebihan lain.antara lain:
·
Memperbaiki
tekstur tanah
·
Meningkatkan
PH tanah
·
Menambah
unsur-unsur makro maupun mikro
·
Meningkatkan
keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah
·
Relatif
tidak menimbulkan polusi lingkungan
Sedangkan
kelemahannya adalah:
·
Jumlah
pupuk yang diberikan lebih tinggi daripada pupuk anorganik
·
Respon
tanaman lebih lambat
·
Menjadi
sumber penyakit bagi tanaman
Berikut
ini adalah kandungan pupuk kompos dibanding pupuk yang lain
No
|
Jenis pupuk
|
Unsur- unsur hara
dalam 10 ton
|
||
N
|
P2O5
|
K2O
|
||
............................kg...............................................
|
||||
1
|
Pupuk kandang
|
24
|
30
|
27
|
2
|
Kompos
|
22
|
4
|
43
|
3
|
Jerami
|
40
|
30
|
50
|
Salah satu pengomposan adalah
dengan cacing tanah atau yang biasa disebut dengan vermicomposting. Vermikompos
adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang
dilakukan oleh cacing tanah. Vermikompos merupakan campuran kotoran cacing
tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh
karna itu vermikompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan
memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain yang kita kenal
selama ini. Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Ada juga
orang mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna
untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik
yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi.
Vermikompos mengandung
berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, p, K, Ca, Mg, S. Fe, Mn,
AI. Na, Cu. Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan. Vermikompos
merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisi tersebut
mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan
organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan
tanah, vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik. Vermikompos
berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi
tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menetralkan pH tanah. Vermikompos
mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karena struktur
vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu menyerap dan menyimpan air,
sehingga mampu mempertahankan kelembaban.
Tanaman hanya dapat
mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan mengubah
nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut. yaitu dengan bantuan
enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat
di dalam vermikompos, sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke
seluruh bagian tanaman.
Vermikompos banyak mengandung
humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Humus merupakan suatu
campuran yang kompleks, terdiri atas bahan-bahan yang berwarna gelap yang tidak
larut dengan air (asam humik, asam fulfik dan humin) dan zat organik yang larut
(asam-asam dan gula). Kesuburan tanah ditemukan oleh kadar humus pada lapisan
olah tanah. Makin tinggi kadar humus (humic acid) makin subur tanah tersebut.
Kesuburan seperti ini dapat diwujudkan dengan menggunakan pupuk organik berupa
vermikompos, karena vermikompos mengandung humor sebesar 13,88%.
Vermikompos mengandung hormon
tumbuh tanaman. Hormon tersebut tidak hanya memacu perakaran pada cangkokan.
tetapi juga memacu pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah, memacu pertunasan
ranting-ranting baru pada batang dan cabang pohon, serta memacu pertumbuhan
daun. Vermikompos mengandung banyak mikroba tanah yang berguna, seperti
aktinomisetes 2,8 x 106 sel/gr BK, bakteri 1,8 x 10 8 sel/gr BK dan fungi 2,6 x
105 sel/gr BK. Dengan adanya mikroorganisme tersebut berarti vermikompos
mengandung senyawa yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kesuburan tanah
atau untuk pertumbuhan tanaman antara lain bakteri Azotobacter sp yang
merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik yang akan membantu memperkaya N di
dalam vermikompos. Di samping itu Azotobacter sp juga mengandung vitamin dan
asam pantotenat.
Kandungan N vermikompos berasal dari
perombakan bahan organik yang kaya N dan ekskresi mikroba yang bercampur dengan
tanah dalam sistem pencernaan cacing tanah. Peningkatan kandungan N dalam
bentuk vermikompos selain disebabkan adanya proses mineralisasi bahan organik
dari cacing tanah yang telah mati, juga oleh urin yang dihasilkan dan ekskresi
mukus dari tubuhnya yang kaya N. Vermikompos mempunyai struktur remah, sehingga
dapat mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah. Vermikompos mengandung enzim
protease,amilase, lipase dan selulase yang berfungsi dalam perombakan bahan
organik.
Vermikompos
juga dapat mencegah kehilangan tanah akibat aliran permukaan. Pada saat tanah
masuk ke dalam saluran pencernaan cacing. maka cacing akan mensekresikan suatu
senyawa yaitu Ca-humat. Dengan adanya senyawa tersebut partikel-partikel tanah
diikat menjadi suatu kesatuan (agregat) yang akan dieksresikan dalam bentuk
casting. Agregat-agregat itulah yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan
unsur hara tanah.
Manfaat casting sendiri dalam pertanian
antara lain:
·
Meningkatkan
petumbuhan tanaman lebih cepat, peningkatan hasil tanaman
·
Menghasilkan
tanaman dengan kualitas yang baik, tanpa residu bahan-bahan beracun(bahan-bahan
kimia)
·
Meningkatkan
kapasitas air tanah
·
Produksi
mudah dan biaya rendah
·
Menjaga
keasaman tanah (pH tanah)
Dalam
jurnal di atas dibahas mengenai pembuatan kompos cacing tanah yang menggunakan
bahan yang berupa limbah organik, seperti sisa sayur-sayuran, dedaunan atau
kotoran hewan. Bahan organik ini tidak dapat langsung digunakan atau diberikan
kepada cacing, tetapi harus dikomposkan atau difermentasikan. Caranya yaitu
dibiarkan sekitar 1 minggu. Selain bahan organik yang diberikan pada awal
sebagai media, diperlukan juga makanan tambahan untuk menghindari makanan yang
asam karena berbahaya bagi cacing. Makanan tambahan ini dapat berupa kotoran
hewan atau sisa tanaman yang telah dihaluskan. Ada cara yang lebih sederhana
dalam pengomposan dengan cacing tanah ini, yaitu dengan menggunakan media
berupa bubur kertas dan daun-daun kering yang sudah dikomposkan. Bubur kertas
disini digunakan sebagai nutrisi cacing. Bubur kertas yang dipakai sebaiknya
menggunakan kertas yang tidak ada tintanya, seperti kertas buram atau kertas
bagian dalam kardus/ kertas semen. Pada jurnal diatas disebutkan pula pembuatan
casting dengan memakai kotoran kerbau. Cacing yang berperan dalam proses ini
sangat spesifik karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat
menguraikan jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami,
sayuran maupun dedaunan. Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran
kerbau, cacing jenis ini akan mati. Penggunaan kotoran kerbau itu dimaksudkan
untuk menambah kandungan unsur hara yang ada.
IV.
Penutup
Berdasarkan
uraian di atas, vermikompos dapat dibuat dengan berbagai versi. Pembuatan
vermikompos secara sederhana dapat dibuat dengan menggunakan media berupa bubur
kertas dan daun-daun kering yang sudah dikomposkan. Bubur kertas disini
digunakan sebagai nutrisi cacing. Bubur kertas yang dipakai sebaiknya
menggunakan kertas yang tidak ada tintanya, seperti kertas buram atau kertas
bagian dalam kardus/ kertas semen. Sedangkan pada jurnal, pembuatan vermikompos
dapat dilakukan dengan dua cara yang berbeda dan prosesnya lebih kompleks
karena menggunakan limbah organik seperti daun, sayuran dan juga kotoran hewan.
V.
Daftar Pustaka
http://www.icrisat.org/Vasat/learning_resources/VC/index.htm, (diakses
pada 19 mei 2010)
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr274054.pdf,
(diakses
pada 19 mei 2010)
http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/ntbr0107.pdf,
(diakses
pada 19 mei 2010)
http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/231/pdf/Kompos%252520Cacing%252520Tanah%252520%28CASTING%29.pdf,
(diakses
pada 19 mei 2010)
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/06/lap_akhir_pkm_solanum.pdf,
(diakses
pada 19 mei 2010)
http://www.wetlands.or.id/PDF/Flyers/Agri02.pdf,
(diakses
pada 19 mei 2010)
Top 10 Classic Titanium Tread Handcrafted Tools for Professional People
BalasHapus1. The best-known Tread-Tot-tool for The famous how to get titanium white octane 10-dollar Tenerative Brush on the wrist titanium melting point for burnt titanium shaving and shaving titanium easy flux 125 amp welder is ford fusion titanium for sale the