Penelitian Pengembangan Inovasi
Pembelajaran dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
1)
PenelitianTindakan
Kelas (Classroom Action Research)
2)
Penelitian
Eksperimen Semu (Quasi- experiment)
3)
Penelitian
Pengembangan (Design Research).
Oleh karena itu metode penelitian
pengembangan Inovasi Pembelajaran akan mencakup metodologi ketiga jenis
penelitian tersebut
1.
Metode
Penelitian Tindakan Kelas.
Penelitian Tindakan Kelas berorientasi
pada pemecahan masalah pembelajaran yang menggunakan siklus-siklus berspiral
dari identifikasi masalah, analisis masalah (pemilihan masalah yang urgen),
perumusan masalah yang layak untuk ditindaki. Setelah itu, dapat dirumuskan
hipotesis tindakan, diikuti dengan perencanaan dan pelaksanaan tindakan,
pengumpulan data yang sistematik, analysis, evaluasi dan refleksi. Selanjutnya,
dari hasil refleksi akan ditentukan apakah perlu dilakukan tindakan dalam
siklus berikutnya. Pada umumnya rencana kedua tidak sama dengan rencana tindakan
pertama atau dilakukan penyempurnaan rencana sebelumnya berdasarkan hasil
refleksi siklus sebelumnya. Akhirnya penentuan kembali masalah pembelajaran.
Tujuan penelitian tindakan kelas bukanlah untuk menemukan pengetahuan baru yang
dapat diberlakukan secara meluas. Tujuan penelitian tindakan adalah untuk
memperbaiki praksis secara langsung, di sini dan sekarang (Raka Joni,1998).
Pada umumnya jenis penelitian ini
bersifat kolaboratif. Guru bekerja sama dengan guru lain atau guru dengan siswa
untuk merencanakan dan melaksanakan penelitian. Menurut John Elliot (1982),
penelitian ini berkaitan erat dengan masalah praktis pembelajaran sehari-hari
yang dialami oleh dosen. Penelitian Tindakan Kelas perlu dilakukan oleh guru
untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya, dan kadangkadang menjadi proyek
pengembang staf dimana mereka mengembangkan kepakarannya dalam pengembangan
kurikulum dan dalam pemikiran yang reflektif. Menurut Kemmis dan Mc.Taggart
(1982) istilah tindakan dalam penelitian berarti
a)
menjelaskan
karakteristik esensial dari metode yang digunakan
b)
mencobakan
gagasan dan praktek sebagai suatu cara untuk meningkatkan pengetahuan tentang
kurikulum, metode dan strategi belajar mengajar.
Pendekatan penelitian ini adalah
naturalistik, menggunakan teknik “participant-observation” dari penelitian
etnografik dan dilakukan secara kolaboratif, dan memasukkan karakteristik
metodologi studi kasus (Belanger, 1992). Dengan melaksanakan secara berkelanjutan
penelitian jenis ini, akan dapat mengeliminasi isolasi yang sudah lama antara
dosen
dengan guru dan atau dosen dengan
dosen lain danguru dengan guru sejawat dalam pembelajaran, yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada meningkatnya dialog profesional diantara pelaku
pendidikan serta terciptanya budaya profesional dalam lembaga penidikan tenaga
kependidikan.
2.
Metode
Penelitian Experimen Semu.
Pada penelitian eksperimen murni
kelompok subjek penelitian ditentukan secara acak, sehingga akan diperoleh
kesetaraan kelompok yang berada dalam batas-batas fluktuasi acak. Namun, dalam dunia
pendidikan khususnya dalam pebelajaran , pelaksanaan penelitian tidak selalu
memungkinkan untuk melakukan seleksi subjek secara acak, karena subjek secara
alami telah terbentuk dalam satu kelompok utuh (naturally formed intact
group), seperti kelompok siswa dalam satu kelas. Kelompokkelompok ini juga
sering kali jumlahnya sangat terbatas. Dalam keadaan seperti ini kaidah-kaidah dalam
penelitian eksperimen murni tidak dapat dipenuhi secara utuh, karena
pengendalian variabel yang terkait subjek penelitian tidak dapat dilakukan sepenuhnya,
sehingga penelitian harus dilakukan dengan menggunakan intact group.
Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian kuasi eksperimen (eksperimen
semu). Jadi penelitian kuasi eksperimen menggunakan seluruh subjek dalam
kelompok belajar (intact group) untuk diberi perlakuan (treatment),
bukan menggunakan subjek yang diambil secara acak. Tidak adanya pengacakan
dalam menentukan subjek penelitian memungkinkan untuk munculnya masalah-masalah
yang terkait dengan validitas eksperimen, baik validitas internal maupun
eksternal. Akibatnya, interpreting and generalizing hasil penelitian
menjadi sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, limitasi hasil penelitian harus
diidentifikasi secara jelas dan subjek penelitian perlu dideskripsikan. Agar Generalizability
dari hasil penelitian dapat ditingkatkan, maka representativeness dari
subjek harus diargumentasikan secara logis. Untuk validitas internal, peneliti
harus berusaha membangun derajat ekuivalen (the degree of equivalence) diantara
kelompok kelompok subjek dengan mempertimbangkan karakterkarakter atau
variabel-variabel yang mungkin juga sangat berkaitan dengan variabel
eksperimen.Macam- Macam Desain Penelitian Kuasi Eksperimen adalah sebagai
berikut :
a. Posttest Only, Non-Equivalent Control
Group Design
Desian penelitian ini terdiri dari satu
atau beberapa kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Kelompok yang
digunakan merupakan intact group dan dependent variable diukur
satu kali, yaitu setelah perlakuan eksperimen diberikan.Contoh : Efek
pendekatan instruksional berbeda terhadapperformance siswa kelas delapan
dalam ujian praktek laboratorium sains.
Intact Experimental
Classes variable posttest
G1 Class 1 Approach1 (X1) O1
G2 Class 2 Approach2 (X2) O2
• • • •
• • • •
• • • •
Gk Classk Tradisional (-) Ok
Penelitian dengan desain ini umumnya
memiliki validitas yang rendah, karena kemungkinan untuk terjadinya bias sangat
tinggi dan juga karena tidak adanya pretest sebelum perlakuan diberikan. Desain
penelitian ini disarankan untuk tidak dipakai, kecuali apabila ada data-data yang
menunjukkan kesetaraan diantara kelompokkelompok penelitian yang digunakan.
Data-data tersebut memang tidak akan menghilangkan bias, tetapi dapat menghindarkan
terjadinya kesalahan interpretasi hasil penelitian.
b. Pretest-Posttest, Non-Equivalent Control
Group Design
Desain penelitian ini tidak berbeda
banyak dengan desain penelitian sebelumnya. Desain ini dibedakan dengan adanya pretest
sebelum perlakuan diberikan. Karena adanya pretest, maka pada desain
penelitiantingkat kesetaraan kelompok turut diperhitungkan. Pretestdalam desain
penelitian ini juga dapat digunakan untuk pengontrolan secara statistik
(statistical control) serta dapat digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap
capaian skor (gain score).
I Intact Pretest Experimantal
(dependent classes variable variable)
G1 Class1 O1 Aproach1 (X1) O2
G2 Class2 O3 Aproach2 (X2) O4
• • • • •
• • • • •
• • • • •
Gk Classk Ok Tradisional (-) Ok+1
c. Desain Time Series
Desain time series sebagai
kuasi eksperimen memiliki ciri adanya pengukuran yang berulang-ulang, baik
sebelum maupun sesudah perlakuan terhadap satu atau beberapa intact group,
Single group design :
G O1 ----O2 ---- O3 ----X ---- O4
----O5
Multiple Group Time
Series Design :
G1 O1 -----O2 ---- O3 ----- X1
----- O4 ----- O5
G2 O6 -----O7 ---- O8 ----- X
2----- O9 ----- O10
• • • • • • •
• • • • • • •
• • • • • • •
Gk Ok1 ----Ok2 ---Ok3 ------Ok4
---- Ok5 (control)
Variasi dalam Time
Series Design
Variasi terhadap Time Series
Design dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah:
- Multiple, random insertion of
treatment
G O1 – O2 –X – O3 – O4 – O5 – X – O6 –
O7 – O8
- Persistent insertion of treatment
G O1 – O2 – O3 – X – O4 – X – O5 – X –
O6 – X –O7 – X – O8
d. Single Subject Design
Pada umumnya penelitian pendidikan menggunakan
subjek penelitian dalam bentuk kelompok (kelas). Penelitian seperti ini akan
memberikan hasil yang menggambarkan keadaan satu atau beberapa kelompok, tidak
menggambarkan keadaan individual dalam kelompok tersebut. Pada situasi
eksperimen tertentu, perlakuan perlu diberikan hanya pada satu individu saja. Penelitian
seperti ini disebut sebagai penelitian singlesubject. Penelitian ini
sangat berguna bagi guru yang sedang melaksanakan penelitian terhadap individual
siswa, misalnya dalam melakukan penelitian bimbingan dan konseling atau dalam
melakukan rehabilitasi dan terapi fisik yang perlakuannya hanya diberikan pada
satu
individu saja. Desain single subject
umumnya menggunakan pengukuran yang berulang dan hanya mengimpleentasikan
variabel bebas tunggal yang diharapkan dapat merubah hanya satu variabel
terikat. Pengukuran variabel dilakukan pada kondisi normal yang disebut
baseline.
3. Metode Pengembangan
Metode Penelitian Pengembangan
memuat 3 komponen utama yaitu :
(1)
Model
pengembangan,
(2)
Prosedur
pengembangan, dan
(3)
Uji
coba produk.
Deskripsi dari masing-masing
komponen adalah sebagai berikut :
a.
Model
pengembangan
Model Pengembangan merupakan dasar untuk
mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa
model prosedural, model konseptual, dan model teoritik. Model prosedural adalah
model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang
harus diikuti untuk menghasilkan
produk. Model konseptual adalah model yang bersifat analitis, yang menyebutkan
komponen-komponen produk, menganalisis komponen secara rinci dan menunjukkan
hubungan antar komponen yang akan dikembangkan. Model teoritik adalah model yang
menggambar kerangka berfikir yang didasarkan pada teori-teori yang relevan dan didukung
oleh data empirik. Dalam model pengembangan, peneliti memperhatikan 3 hal:
a.
Menggambarkan
Struktur Model yang digunakan secara singkat, sebagai dasar pengembangan
produk.
b.
Apabila
model yang digunakan diadaptasi dari model yang sudah ada, maka perlu
dijelaskan alasan memilih model, komponen-komponen yang disesuaikan, dan
kekuatan serta kelemahan model dibanding model aslinya.
c.
Apabila
model yang digunakan dikembangkan sendiri, maka perlu dipaparkan mengenai komponen-komponen
dan kaitan antar komponen yang terlibat dalam pengembangan
b.
Prosedur
penelitian pengembangan
Prosedur penelitian pengembangan akan memaparkan
prosedur yang ditempuh oleh peneliti/pengembang dalam membuat produk. Prosedur
pengembangan berbeda dengan model pengembangan dalam memaparkan komponen rancangan
produk yang dikembangkan. Dalam prosedur, peneliti menyebutkan sifat-sifat
komponen pada setiap tahapan dalam pengembangan, menjelaskan secara analitis
fungsi komponen dalam setiap tahapan pengembangan produk, dan menjelaskan
hubungan antar komponen dalam sistem. Sebagai contoh Prosedur pengembangan
yang dilakukan Borg dan Gall (1983)
mengembangkan pembelajaran mini (mini course) melalui 10 langkah:
1) Melakukan penelitian pendahuluan
(prasurvei) untuk mengumpulkan informasi (kajian pustaka, pengamatan kelas),
identifikasi permasalahan yang dijumpai dalam pembelajaran, dan merangkum
permasalahan
2) Melakukan perencanaan (identifikasi dan definisi
keterampilan, perumusan tujuan, penentuan urutan pembelajaran, dan uji ahli atau
ujicoba pada skala kecil, atau expert judgement
3) Mengembangkan jenis/bentuk produk awal meliputi:
penyiapan materi pembelajaran, penyusunan buku pegangan, dan perangkat evaluasi.
4) Melakukan uji coba lapangan tahap awal, dilakukan
terhadap 2-3 sekolah menggunakan 6-10 subyek ahli. Pengumpulan informasi/data dengan
menggunakan observasi, wawancara, dan kuesioner, dan dilanjutkan analisis data.
5) Melakukan revisi terhadap produk utama, berdasarkan
masukan dan saran-saran dari hasil uji lapangan awal
6) Melakukan uji coba lapangan utama,
dilakukan terhadap 3-5 sekolah, dengan 30-80 subyek. Tes/penilaian tentang
prestasi belajar siswa dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran.
7) Melakukan revisi terhadap produk
operasional, berdasarkan masukan dan saran-saran hasil uji lapangan utama.
8) Melakukan uji lapangan operasional
(dilakukan terhadap 10-30 sekolah, melibatkan 40-200 subyek), data dikumpulkan
melalui wawancara, observasi, dan kuesioner.
9) Melakukan refisi terhadap produk akhir, berdasarkan
saran dalam uji coba lapangan
10) Mendesiminasikan dan mengimplementasikan
produk, melaporkan dan menyebarluaskan produk melalui pertemuan dan jurnal
ilmiah, bekerjasama dengan penerbit untuk sosialisasi produk untuk komersial,
dan memantau distribusi dan kontrol kualitas.
Prosedur penelitian pengembangan menurut
Borg dan Gall, dapat dilakukan dengan lebih sederhana melibatkan 5 langkah
utama:
a.
Melakukan
analisis produk yang akan dikembangkan
b.
Mengembangkan
produk awal
c.
Validasi
ahli dan revisi
d.
Ujicoba
lapangan skala kecil dan revisi produk
e.
Uji
coba lapangan skala besar dan produk akhir
c.
Uji
Coba Model atau Produk
Uji coba model atau produk merupakan
bagian yang sangat penting dalam penelitian pengembangan, yang dilakukan
setelah rancangan produk selesai. Uji coba model atau produk bertujuan untuk
mengetahui apakah produk yang dibuat layak digunakan atau tidak. Uji coba model
atau produk juga melihat sejauh mana produk yang dibuat dapat mencapai sasaran dan
tujuan.
Model atau produk yang baik
memenuhi 2 kriteria yaitu : kriteria pembelajaran (instructional criteria)
dan kriteria penampilan (presentation criteria). Ujicoba dilakukan 3
kali:
(1)
Uji-ahli
(2)
Uji
terbatas dilakukan terhadap kelompok kecil sebagai pengguna produk;
(3)
Uji-lapangan
(field Testing) Dengan uji coba kualitas model atau produk yang dikembangkan
betul-betul teruji secara empiris.
1. Desain Uji Coba
Ada 3 tahapan dalam uji coba
produk:
a.
Uji
ahli atau Validasi, dilakukan dengan responden para ahli perancangan model atau
produk. Kegiatan ini dilakukan untuk mereview produk awal, memberikan masukan
untuk perbaikan. Proses validasi ini disebut dengan Expert Judgement atau
Teknik Delphi.
b.
Analisis
konseptual
c.
Revisi
I
d.
Uji
Coba Kelompok Kecil, atau Uji terbatas dilakukan terhadap kelompok kecil
sebagai pengguna produk.
e.
Revisi
II
f.
Uji
Coba Lapangan (field testing)
g.
Telaah
Uji Lapangan
h.
Revisi
III
i.
Produk
Akhir dan Diseminasi
2. Subyek Uji Coba.
Subyek uji coba atau sampel untuk
uji coba, dilihat dari jumlah dan cara memilih sampel perlu dipaparkan secara
jelas. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih sampel.
a.
Penentuan
sampel yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan ruang lingkup dan tahapan penelitian
pengembangan.
b.
Sampel
hendaknya representatif, terkait dengan jenis produk yang akan dikembangkan,
terdiri atas tenaga ahli dalam bidang studi, ahli perancangan produk, dan
sasaran pemakai produk.
c.
Jumlah
sampel uji coba tergantung tahapan uji coba tahap awal (preliminary field
test)
3. Jenis Data
Dalam uji coba, data digunakan
sebagai dasar untuk menentukan keefektifan, efisiensi, dan daya tarik produk
yang dihasilkan. Jenis data yang akan dikumpulkan harus disesuaikan dengan
informasi yang dibutuhkan tentang produk yang dikembangkan dan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Bisa terjadi data yang dikumpulkan hanya data
tentang pemecahan masalah yang terkait dengan keefektifan dan efisiensi, atau
data tentang daya tarik produk yang dihasilkan. Paparan data hendaknya
dikaitkan dengan desain penelitian dan subyek uji coba tertentu. Data mengenai
kecermatan isi dapat dilakukan terhadap subyek ahli isi, kelompok kecil, atau
ketiganya. Dalam Uji Ahli, data yang terungkap antara lain ketepatan substansi,
ketepatan metode, ketapatan desain produk, dsb.
4. Teknik Pengumpulan Data dan
Instrumen
Dalam pengumpulan data dapat
digunakan berbagai teknik pengumpulan data atau pengukuran yang disesuaikan
dengan karakteristik data yang akan dikumpulkan dan responden penelitian.
a.
Teknik
pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dan kuesioner.
b.
Pengumpulan
data dapat menggunakan Instrumen yang sudah ada. Untuk ini perlu kejelasan
mengenai karateristik instrumen, mencakup kesahihan (validitas), kehandalan (reliabilitas),
dan pernah dipakai dimana dan untuk mengukur apa.
c.
Instrumen
dapat dikembangkan sendiri oleh oleh peneliti, oleh karena itu perlu kejelasan prosedur
pengembangannya, tingkat validitas dan reliabilitas.
5. Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan
disesuaikan dengan jenis data dikumpulkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam analisis data:
a.
Analisis
data mencakup prosedur organisasi data, reduksi, dan penyajian data baik dengan
tabel, bagan, atau grafik.
b.
Data
diklasifikasikan berdasarkan jenis dan komponen produk yang dikembangkan
c.
Data
dianalisis secara deskriptif maupun dalam bentuk perhitungan kuantitatif.
d.
Penyajian
hasil analisis dibatasi pada hal-halyang bersifat faktual, dengan tanpa interpretasi
pengembang, sehingga sebagai dasar dalam melakukan revisi produk.
e.
Dalam
analisis data penggunaan perhitungan dan analisis statistik sejalan dengan
permasalahan yang diajukan, dan produk yang akan dikembangkan.
f.
Laporan
atau sajian harus diramu dalam format yang tepat sedemikian rupa dan disesuaikan
dengan konsumen, atau calon pemakai produk.
6. Penyajian Hasil Pengembangan
Penyajian data hasil uji coba
hendaknya komunikatif, sesuai dengan jenis dan karakteristik produk dan calon
konsumen pemakai produk. Penyajian yang komunikatif akan membantu konsumen/
pengguna produk dalam mencerna informasi yang disajikan, dan menumbuhkan ketertarikan
untuk menggunakan model atau produk hasil pengembangan.
7. Revisi produk
a.
Simpulan
yang ditarik dari hasil analisis data uji coba menjelaskan produk yang diujicobakan
sebagai dasar pengambilan keputusan apakah model atau produk yang dihasilkan
perlu direvisi atau tidak.
b.
Pengampilan
keputusan untuk mengadakan revisi model atau produk perlu disertai dengan
dukungan/ pembenaran bahwa setelah direvisi model atau produk itu akan lebih
baik, lebih efektif, efisien, lebih menraik, dan lebih mudah bagi pemakai.
c.
Komponen-komponen
yang perlu dan akan direvisi hendaknya dikemukakan secara jelas dan rinci.
8. Expert Judgement
Expert Judgement atau
Pertimbangan Ahli dilakukan melalui:
(1)
Diskusi
Kelompok (group discussion), dan
(2)
Teknik
Delphi.
1.
Group
discussion, adalah sutau proses diskusi yang
melibatkan para pakar (ahli) untuk mengidentifikasi masalah analisis penyebab masalah,
menentukan cara-cara penyelesaian masalah, dan mengusulkan berbagai alternatif pemecahan
masalah dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia. Dalam diskusi kelompok
terjadi curah pendapat (brain storming) diantara para ahli dalam
perancangan model atau produk. Mereka mengutarakan pendapatnya sesuai dengan
bidang keahlian masing-masing.
2.
Teknik
Delphi, adalah suatu cara untuk mendapatkan konsensus diantara para pakar melalui
pendekatan intuitif. Langkah-Langkah penerapan Teknik Delphi dalam Uji-Ahli
dalam penelitian pengembangan adalah sebagai berikut :
a. Problem identification and specification.
Peneliti mengidentifikasi isu dan masalah yang berkembang di lingkungannya
(bidangnya), permasalahan yang melatar belakangi, atau permasalahan yang
dihadapi yang harus segera perlu penyelesaian.
b. Personal identification and selection.
Berdasarkan bidang permasalahan dan
isu yang telah teridentifikasi, peneliti menentukan dan memilih orang-orang
yang ahli, manaruh perhatian, dan tertarik bidang tersebut, yang memungkinkan
ketercapaian tujuan. Jumlah responden paling tidak sesuai dengan sub permasalahan,
tingkat kepakaran (experetise), dan atau kewenangannya.
a) Questionaire Design.
Peneliti menyusun butirbutir instrumen berdasarkan variabel yang diamati atau
permasalahan yang akan diselesaikan. Butir instrumen hendaknya memenuhi
validitas isinya (content validity). Pertanyaan dalam bentuk open-ended
question, kecuali jika permasalahan memang sudah spesifik.
b) Sending questioner and analisis
responded for first round. Peneliti mengirimkan
kuesioner pada putaran pertama kepada responden, selanjutnya meriview instrumen
dan menganalisis jawaban instrumen yang telah dikembalikan. Analisis dilakukan
dengan mengelompokkan jawaban yang serupa. Berdasarkan hasil analisis, peneliti
merevisi instrument.
c. Development of subsequent Questionaires.
a) Kuesioner hasil review pada putaran
pertama dikembangkan dan diperbaiki, dilanjutkan pada putaran kedua, dan
ketiga. Setiap hasil revisi,
b) kuesioner dikirimkan kembali kepada responden.
Jika mengalami kesulitan dan keraguan dalam merangkum, peneliti dapat meminta
klarifikasi kepada responden. Dalam teknik delphi biasanya digunakan hingga 3-5
putaran, tergantung dari keluasan dan kekomplekan permasalahan sampai dengan tercapainya
konsensus.
d. Organization of Group Meetings.
Peneliti mengundang responden untuk
melakukan diskusi panel, untuk klarifikasi atas jawaban yang telah diberikan.
Disinilah argumentasi dan debat bisa terjadi untuk mencapai konsensus dalam
memberikan jawaban tentang rancangan suatu produk atau intrumen penelitian.
Dengan face-to-face contact, peneliti dapat menanyakan secara rinci
mengenai respon yang telah diberikan. Keputusan akhir tentang hasil jajak
pendapat dikatakan baik apabila dicapai minimal 70% konsensus.
e. Prepare final report.
Peneliti perlu membuat laporan
tentang persiapan, proses, dan hasil yang dicapai dalam Teknik Delphi. Hasil
Teknik Delphi perlu diujicoba di lapangan dengan responden yang akan memakai
model atau produk dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar