I.
TUJUAN
Mengetahui
perilaku tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) batang merah dengan jenis
rangsang yang berbeda.
II.
DASAR TEORI
Gerak tigmo
nasti (bahasa Yunani; thigma, artinya sentuhan). Jika hanya satu anak-daun yang
dirangsang, rangsangan itu kemudian diteruskan ke seluruh timbuhan, sehinggan
anak-daun lain ikut mengatup. Pengatupan terjadi karena air diangkut keluar
dari sel motor pada pulvinus, kejadian yang berkaitan erat dengan ion K+ . Pada
penelitian yang dilakukan oleh Roblin,1982; Samejima dan Sibaoka, 1980; Simons,
1981 dan peneliti lainnya mengatakan bahwa ada dua mekanisme yang terjadi dalam
pelaksanaan gerak pada putri malu ini. Yang pertama adalah elektris dan yang
lainnya adalah kimiawi. Respon elektris pertama kali dipelajari secara luas
oleh Jagadis Chunder Bose di India antara tahun 1907 dan 1914.
Potensial kerja
pada mimosa serupa dengan pada sel hewan, tapi jauh lebih lambat. Pada sel
tumbuhan dan sel hewan, potensial kerja disebabkan oleh aliran sejumlah ion
tertentu yang melintasi membran sel. Pada Mimosa aliran ion itu melewati sel
parenkim (yang dihubungkan oleh plasmodesmata), xilem dan floem dengan
kecepatan sekitar 2cm per sekon, sementara potensial kerja sel hewan
berkecepatan puluhan meter per sekon.
Potensial kerja
tidak akan melewati pulvinus dari satu anak-daun ke anak-daun lainnya, kecuali
bila respon kimiawi juga terlibat sehingga beberapa anak daun juga terlipat.
Respon kimiawi yang pertama kali dilaporkan oleh Ubaldo Ricca (1916) disebabkan
oleh suatu bahan yang bergerak melalui pembuluh xylem bersamaan dengan aliran
transpirasi. Ricca memenggal sebuah batang dan kedua ujung penggalannya
dihubungkan dengan tabung sempit berisi air. Jika sehelai daun di salah satu
sisi tabung dilukai , daun di sisi lainnya akan terlibat. Bahan aktif ini, yang
mula-mula dinamakan faktor Ricca, tapi kini dikenal sebagai turgorin, berhasil
diekstrak dari sel yang terluka dan dioleskan pada suatu potongan batang, dan
efek lipatannya dapat diamati. Pergerakan itu menunjukkan bahwa respon elektris
berjalan melalui turgorin dalam sel parenkima, dari satu anak daun ke anak daun
lainnya (Sallisburi: ,102).
Turgorin: hormon
yang mengendalikan gerak nasti. Hermann Schildknecht (1984) seorang ahli kimia
organik di University of heidelberg, Jerman, dan kelompoknya telah melakukan
penelitian dengan mengisolasi dan mencirikan berbagai senyawa (seperti faktor Ricca)
yang mengaktifkan pulvinus pada daun tumbuhan seperti Mimosa, dan juga Acacia
karro yang tidak peka terhadap sentuhan, tapi menunjukkan niktinasi. Dalam uji
biologisnya, daun mimosa diletakkan dalam larutan yang diduga mengandung bahan
aktif yang kemudian diangkut dalam aliran transpirasi ke pulvinus, membran
pulvinusnya akan memberikan respon yang menyebabkan anak daun terlipat , jika
bahan tersebut memang aktif. Ada dua macam faktor pergerakan daun berjangka
pada acacia yang dikenali sebagai B-glukosida dari asam galat , dengan ikatan
glukosida pada gugus para hidroksilnya. Beberapa senyawa lain ynag berstruktur
hampir serupa juga pernah ditemui pada ekstrak tumbuhan lain, dan yang paling
penting adalah B-D glukosida 6 sulfat dan B-D glukosida 3,6 disulfat dari asam
galat, keduanya disebut PLFM 1 dan PLMF 2. Ekstrak dari momosa mengandung PLMF
1 dan senyawa lain yaitu PLMF 7. Ekatrak robinia mengandung PLMF1.
Beberapa jenis Oxalis memberikan reaksi terhadap
sentuhan atau goyangan, hampir seperti Mimosa.
Schildknecht dan beberapa kawannya berhasil mengisolasi, dari oxalis stricta, PLMF 1 dan senyawa lain,
yaitu PLMF 3, yang merupakan turunan asam protokatekuat, bukan turunan asam
galat. Glukosa-6-sulfat lagi-lagi menjadi bagian dari molekul tersebut.
Schildknecht
menyatakan bahwa senyawa tersebut menciptakan suatu kelas-baru hormon tumbuhan,
yang dinamakannya turgorin, karena senyawa itu bekerja pada turgor selpulvinus.
Seperti fithohormon lain, senyawa tersebut bersifat aktif pada konsentrasi
rendah (10-5 sampai 10-7), dan paling tidak pada beberapa
kasus, senyawa tersebut memenuhi kriteria translokasi. Sangatlah menarik bila
bisa diketahui bahwa kepekaan terhadap senyawa itu juga menjadi bagian dari
aktivitasnya. Belum lama ini, Peter Kallas, Wolfram Meir-Augenstein, dan
Schildknecht (1990) menunjukkan adanya zat penerimakhas-PLMF 1 (diduga protein)
pada sisi luar membran plasma Mimosa.
Klasifikasi
Ilmiah
Kerajaan
:
|
|
Divisi
|
|
Kelas
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Upafamili:
|
|
Genus:
|
|
Spesies:
|
Mimosa pudica
|
Eter sebagai
turunan alkana turunan alkana bisa menggantikan satu atom H dari alkana dengan
alkoksi (-OR). Sehingga rumus umum eter dapat ditulis : CnH2n+2O
Eter dapat
dibuat dengan mereaksikan anatar alkohol dengan asam sulfat pekat pada suhu
kurang lebih 130°C atau dengan cara sintesis Williamson.
Ø Sifat-sifat Fisika
Pada suhu kamar,
umumnya eter berwujud gas. Namun, pada suhu yang lebih tinggi, eter akan
berwujud cair dan mudah menguap. Titik didihnya jauh lebih rendah dibandingkan
dengan alkohol. Hal ini disebabkan alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen
anatrmolekulnya, sedangkan pada eter tidak. Ini juga yang menyebabkan kelarutan
eter dalam air jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelarutan alkohol dalam
air.
Ø Sifat-sifat Kimia
·
Eter
sangat mudah terbakar mengahsilkan gas karbon dioksida dan uap air
·
Eter
tidak bereaksi dengan logam Natrium
·
Eter
berekasi dengan PCL5 sama seperti alkohol, tetapi pada eter tidak dihasilkan
HCl
·
Eter
terurai oleh asam halida, terutama asam iodida
Ø Kegunaan
·
Pelarut
berbagai senyawa karbon maupun bahan organik
·
Anestesi
atau obat bius
III.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Lidi
2. Pipet
3. Penggaris
4. Alat tulis
Bahan:
1. Air
2. Eter
IV.
LANGKAH KERJA
1. Menentukan tumbuhan putri malu (Mimosa
pudica) yang akan diamati
2. Memberikan rangsangan dengan lidi yang
disentuhkan pada bagian tumbuhan yang telah ditentukan yaitu: ujung ibu tangkai
daun, ujung daun, tengah ibu tangkai daun, cabang, dan ketiak cabang
3. Menghitung waktu lama mengatup setelah
diberi rangsang serta waktu yang diperlukan untuk membuka kembali, serta
mengamati gejala-gejala yang terlihat yaitu: arah katupan, pola mengatup ,
kecepatan mengatup dan selang waktu menutup dan membuka
4. Merekam dan memfoto aktivitas putri malu
ketika diberi rangsang
5. Mengulangi langkah 2-4 dengan perlakuan
menggunakan air dan eter
V.
DATA PENGAMATAN
a. Perlakuan dengan lidi
Tempat
|
Arah katupan
|
Kecepatan mengatup
|
Pola mengatup
|
waktu
|
1. Ujung ibu tangkai
daun
|
Dari pangkal
daun ke ujung daun
|
s= 0,041 m
Δt=
425 sekon
V=
0,00097 m/s
|
simultan
|
mengatup:
4 sekon
membuka
kembali: 429 sekon
|
2. Ujung daun
|
Dari pangkal
daun ke ujung, hanya anak daun di ujung saja yang mengatup
|
s=
0,007 m
Δt=
252 sekon
V=
0,000028 m/s
|
simultan
|
mengatup:
5 sekon
membuka
kembali: 257
|
3. Tengah ibu tangkai
daun
|
Dari tengah ke
pangkal
|
s=
0,035 cm
Δt= 386 sekon
V=
0,00009 m/s
|
simultan
|
mengatup:
3 sekon
membuka
kembali: 389
|
4. Tengah cabang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5. Pangkal
(ketiak) cabang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
B. Perlakuan dengan air
Tempat
|
Arah katupan
|
Kecepatan mengatup
|
Pola mengatup
|
Waktu
|
1.
Ujung ibu tangkai daun
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.
Ujung daun
|
Dari ujung ke
tengah
|
s=
0,017 m
Δt=
311 sekon
V=
0,0000547 m/s
|
simultan
|
mengatup:
2 sekon
membuka
kembali: 313
|
3.
Tengah ibu tangkai daun
|
Hanya di
bagian tengah saja
|
s=
0,003 m
Δt= 310 sekon
V=
0,0000097 m/s
|
simultan
|
mengatup:
1 sekon
membuka
kembali: 311
|
4.
Tengah cabang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5.
Pangkal (ketiak) cabang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
C.
Perlakuan
dengan eter
Tempat
|
Arah katupan
|
Kecepatan mengatup
|
Pola mengatup
|
waktu
|
1.
Ujung ibu tangkai daun (video)
|
Dari
pangkal ke ujung daun.
Ke
daun majemuk di bawahnya kemudian ke daun majemuk yang di atasnya
|
s=
0,135 m
Δt=
2034 sekon
V=
0,000066 m/s
|
Berurutan
|
mengatup:
tiap satu daun majemuk (3) 6 sekon secara bergantian
Membuka
kembali: 2052 sekon
|
2.
Ujung daun (video)
|
Dari
ujung daun yang ditetesi menuju ke pangkal ibu tangkai daun kemudian cabang
tersebut jatuh (semplak)kemudian ibu
tangkai daun yang lain dalam 1 cabang
mengatup (arah dari pangkalike ujung).
Kemudian cabang yang ada di bawahnya ikut jatuh, dan daunnya mengatup
dengan arah dari pangkal ke ujung.
|
s=
0,34 m
Δt= 3844 sekon
V=
0, 000088 m/s
|
Bergantian
|
mengatup: 15 sekon
membuka
kembali: 3859sekon
|
3.
Tengah ibu tangkai daun
|
Bermula
dari bagian tengah saja, kemudian mengatup ke arah ujung. Baru diikuti
pengatupan dari pangkal ke tengah. Kemudian ke daun lain dalam satu cabang,
diikuti daun pada cabang yang di atasnya.
|
s=
0,265 m
Δt= 3593 sekon
V=
0, 000074 m/s
|
Bergantian
|
mengatup:
7 sekon
membuka
kembali: 3600 sekon
|
4.
Tengah cabang
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5.
Pangkal (ketiak) cabang
|
Daun
pada ibu tangkai daun yang atas mengatup lebih awal, kemudian ujung cabang
jatuh (semplak) kemudian daun pada ibu tangkai daun lainnya dalam satu cabang
ikut mengatup, sembari daun pada ibu tangkai daun awal membuka.
|
S
= 0,085 m
Δt= 469 sekon
V=
0,00018 m/s
|
Bergantian
|
mengatup:9
sekon
Membuka
kembali:478 sekon
|
VI.
PEMBAHASAN
Gerakan yang dimiliki oleh putri malu saat diberi perlakuan sentuhan
adalah Gerak seismonasti yang tergolong dalam gerak nasti (gerak bagian
tumbuhan yang arahnya tidak ditentukan oleh arah datangnya rangsangan) serta
tergolong ke dalam gerak etionom (gerak yang disebabkan karena adanya
rangsangan dari luar tumbuhan berupa faktor-faktor lingkungan)
Tujuan putri malu mengatupkan daunnya ialah sebagai
alat untuk pertahanan diri baik dari herbivora. Respon putri malu yang mengatup
dan layu membuat kesan seakan-akan ‘mereka’ adalah tumbuhan yang telah layu
sehingga konsumen I menjadi enggan untuk memakannya.
Ada juga dugaan lain, tujuan gerakan melemahnya daun
putri malu saat ditiup angin yang kencang ialah untuk melindungi simpanan
airnya dari penguapan yang dikarenakan oleh angin.
Mekanisme gerakan daun putri malu adalah pada saat bagian tumbuhan putri malu disentuh, terjadi aliran air menjauhi
daerah sentuhan. Adanya aliran air tersebut menyebabkan kadar air sel-sel motor
di daerah sentuhan berkurang, sehingga tekanan turgornya mengecil. Juga
disebabkan karena hilangnya turgor dalam sel-sel pulvinus. Pulvinus adalah
organ penggerak khusus yang berada di tulang daun.
Perubahan yang berlawanan dengan volume sel motor
adalah suatu perpindahan masif ion kalium dari satu sisi pulvinus ke sisi
lainnya. Pada kenyataannnya, kalium adalah suatu zat osmotik yang menyebabkan
pengambilan dan kehilangan air secara dapat dibalik oleh sel motor. Dalam
kaitannya dengan hal ini, mekanisme pergerakan tidur mirip dengan pembukaan dan
penutupan stomata.
Tidak ada perubahan yang drastis dari perlakuan sentuhan
lidi dan tetesan air , hanya saja sentuhan dengan lidi lebih menghasilkan
wilayah pengatupan yang lebih luas karena sentuhan yang timbul ialah lebih
dideteksi dari pada air.
Pada sentuhan dengan lidi pada bagian ujung ibu
tangkai daun memiliki daerah penutupan yang paling luas. Sedangkan sentuhan menggunakan tetesan air daerah penutupan paling luas
ada ketika sentuhan diberikan pada bagian ujung daun.
Pada beberapa daerah perlakuan dengan lidi (Tengah cabang, Pangkal
(ketiak) cabang) dan air (Ujung ibu
tangkai daun, Tengah cabang, Pangkal
(ketiak) cabang) karena reseptor pada wilayah tersebut tidak sepeka
daerah perlakuan yang lain.
Sentuhan dengan menggunakan tetesan eter ini
menghasilkan fenomena yang berbeda dengan yang lainnya, yaitu bisa menghasilkan
daerah pengatupan yang relatif luas dibanding sentuhan dengan lidi dan tetesan
air. Gerakan yang dihasilkan dari rangsang tetesan eter dimulai dari lokasi
yang ditetesi eter kemudian merambah ke bagian yang lainnya secara berurutan
satu persatu .Waktu untuk kembali menjadi terbuka pada perlakuan menggunakan
eter adalah paling lama dibanding dengan air dan lidi.
Jika dilihat dari ketiga perlakuan:
1. Perlakuan dengan zat cair akan
mengakibatkan pengatupan daun yang luasan paling besar pada bagian ujung daun,
sedangkan untuk dengan lidi paling besar luasan mengatupnya adalah pada ujung
ibu tangkai daun.
2. Arah mengatup berasal dari bagian yang mendapat
perlakuan dan menjalar ke bagian yang berhubungan secara berurutan hingga
menemui ujung dan mulai ke bagian lainnya.
VII.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
praktikum, dapat disimpulkan bahwa:
1. Perlakuan dengan zat cair akan
mengakibatkan pengatupan daun yang luasan paling besar pada bagian ujung daun,
sedangkan untuk dengan lidi paling besar luasan mengatupnya adalah pada ujung
ibu tangkai daun, hal ini dikarenakan pengatupan terjadi karena air diangkut keluar
dari sel motor pada pulvinus, kejadian yang berkaitan erat dengan ion K+ dan air
tidak cepat menguap jika dibandingkan eter.
2. Arah mengatup berasal dari bagian yang mendapat
perlakuan dan menjalar ke bagian yang berhubungan secara berurutan hingga menemui
ujung dan mulai ke bagian lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sallisbury, Frank B dkk.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung:
ITB.
nice post bu...!!
BalasHapushttp//boes.hol.es