A.
PENDAHULUAN
Sampah
telah menjadi masalah klasik dari sebuah daerah perkotaan atau wilayah
permukiman yang padat penduduknya dengan lingkungan lahan disekitarnya yang
terbatas. Saat mulai berbicara mengenai persoalan sampah, yang segera muncul di
dalam pikiran kita pada umumnya adalah persoalan apa yang terlihat secara
visual / kasat mata, yaitu sampah yang ada di tong / tempat pembuangan sampah,
sampah yang berserakan di pinggir jalan, dan sebagainya, bukan apa yang akan ditimbulkan
atau yang akan menjadi dampak dari persoalan sampah tersebut. Sehingga dalam
mengatasinya masalah yang dianggap hanya sebagai masalah “kebersihan “ ini,
langkah yang cenderung untuk dilakukan adalah bagaimana upaya untuk
menyingkirkan sampah yang ada di depan mata itu, dan bila sampah tersebut telah
disingkirkan, maka permasalahan telah dianggap selesai.
Tetapi
apakah dengan menyingkirkan sampah, kita telah terlepas dari permasalahan
sampah? Sampah tersebut biasanya masih tetap ada, karena yang terjadi adalah
pemindahan sampah dan pemindahan permasalahannya. Lingkungan permukiman /
perkotaan terbebas dari tumpukan sampah, tapi disisi lain membiarkan lokasi
lain (TPS, TPA dan sebagainya) menjadi gunungan sampah dan sumber polusi bagi
lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
B.
PEMBAHASAN
Ihwal
sampah tersebut masyarakat Sukunan telah mampu memanfaatkan sampah yang tidak
berguna menjadi peluang usaha yang mampu meningkatkan pendapatan warganya. Hal
ini dimulai dari masyarakat yang merasa terusik dengan keberadaan sampah yang
mengganggu sistem irigasi dan pertumbuhan tanaman. Kondisi yang sama juga di
alami oleh Iswanto salah satu warga sukunan. Tidak tersedianya pekarangan luas
di pekarangan rumahnya, menjadi salah satu alasan bagi dia untuk mengolah sampah.
Selain itu ia juga melihat fenomena di masyarakat yang sering membuang sampah
dengan ditimbun, dibakar dan tidak sedikit yang membuang sampah di sungai.
Memulai
dengan hal yang kecil, Iswanto menerapkan pengolahan sampah di keluarganya
sendiri. Upaya penanganan sampah dengan memilah sampah basah (organik) dan
sampah kering (anorganik) rumah tangganya, dan dilanjutkan dengan proses
dekomposisi terhadap sampah organik sehingga menghasilkan pupuk kompos. Sampah
dapur diolahnya menjadi pupuk kompos, sedang sampah-sampah plastik yang masih
bisa ia manfaatkan di reuse kembali. Dari keluarga kemudian ia mencoba
menularkan cita – cita dan usahanya dalam pengelolaan sampah tersebut kepada
warga lain didalam berbagai forum kemasyarakatan, seperti saat siskamling, dan
sebagainya. Dan kemudian cita – cita dan usaha Iswanto ini diikuti secara
bersama oleh warga.
Masalah
pengelolaan sampah yang dihadapi dusun ini, jika dilihat dari sistem
kelembagaan dapat dilihat sebagai tidak berfungsinya lembaga pemerintah yang berwenang
dalam penanganan kebersihan, sehingga menuntut adanya peran dan partisipasi
aktif dari masyarakat yang terpengaruh langsung langsung dengan masalah sampah
ini.
Lingkungan
(Environment) dusun Sukunanlah yang menjadi dasar program pengelolaan sampah dibutuhkan
oleh masyarakat. Lingkungan yang telah terpolusi oleh sampah yang selama ini
tidak terkelola dengan semestinya, telah mempengaruhi kondisi kehidupan
masyarakat seperti menurunnya produktifitas pertanian dan gangguan kesehatan.
Permasalahan lingkungan ini telah menjadi permasalahan bersama, dan pada tahap
selanjutnya menimbulkan rasa kebersamaan ditengah warga untuk mengatasi secara
bersama.
Adanya
kesadaran tentang pengolahan sampah ini menjadi suatu solusi atas permasalahan
lingkungan selama ini. Kesadaran seperti inilah yang dibutuhkan tidak hanya
bagi masyarakat sukunan semata, karena bagaimanapun lingkungan bukan bagian
yang terpisah dari kehidupan manusia. Keberhasilan masyarakat sukunan bukanlah
keberhasilan yang mutlak. Melihat kondisi masyarakat yang heterogen tentunya
tidak mudah bagi Iswanto untuk mengajak seluruh warga berpatisipasi. Ada
masyarakat yang mendukung dan ada pula yang kontra. Seperti yang terjadi di
dusun Cokrowijayan, masyarakat disini tidak mampu mengolah sampah seperti dusun
sukunan mereka lebih memilih membayar uang sampah dengan biaya 10.000/bulan
daripada mengolah sampah itu sendiri. Keadaan seperti ini terjadi karena
masyarakat lebih bersikap acuh terhadap lingkungan.
Program
pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat sukunan berdasar pada prinsip :
reuse, recycle dan reduce. Reuse adalah pengolahan sampah dengan menggunakan
kembali sesuatu yang masih bisa dipakai. Recycle dilakukan saat tidak bisa
direuse kemudian diolah misalnya sampah organik menjadi kompos, plastik plastik
bekas snack diolah menjadi tas-tas, maupun dompet. Sedang reduce dilakukan
ketika sesuatu tidak bisa direuse, di recycle seperti pada penggunaan pampers,
pembalut wanita, maupun kotak snack dari styrofoam. Barang-barang yang tidak
bisa direuse ini kemudian diganti dengan barang-barang yang lebih alami yang
bisa digunakan kembali. Contohnya : penggunaan pembalut wanita diganti dengan
pembalut yang berasal dari kain.
Pengolahan
sampah di desa sukunan meliputi pengolahan sampah dengan skala rumah tangga dan
skala komunal. Kuncinya adalah pemilahan sampah itu sendiri. Sampah dari rumah
tangga dipilah-pilah langsung dari rumah tangga itu sendiri, yaitu dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok antaralain:
1. Sampah organik
Pada
skala rumah tangga, setiap rumah tangga mengumpulkan limbah dapur sisa bahan
masakan, kemudian dimasukkan ke dalam komposer untuk diproses menjadi kompos.
Setelah beberapa hari, sampah yang ada di dalam komposer itu berangsur-angsur
akan menjadi kompos yang kemudian dapat digunakan untuk pupuk tanaman
dipekarangan mereka. Sedangkan untuk sampah-sampah daun yang ada di pekarangan
mereka dikumpulkan kemudian dibiarkan membusuk sehingga dapat menyuburkan
tanah. Untuk rumah tangga yang kelebihan kompos, mereka dapat mengumpulkannya
di kelompok masing-masing untuk selanjutnya dijual dan hasilnya sebagian
digunakan sebagai kas. Selain itu, bisa juga menggunakan “bio pori” yaitu membuat lubang pada tanah di sekitar pekarangan.
Setiap rumah tangga memiliki bio pori. Proses pembuatan kompos lebih sederhana
karena setelah sampah dapur dikumpulkan, langsung dimasukkan ke dalam lubang
tersebut, setelah 2 hari pupuk bisa langsung digunakan. Diambil dengan
menggunakan alat yang sangat unik.
Pada
skala komunal, daun-daun yang telah dikumpulkan diletakkan di dalam suatu
tempat, kemudian diberi nokulen untuk mempercepat proses, setelah itu di tutup menggunakan serabut agar
tetap menjaga kelembaban. Setelah beberapa hari, daun-daun tersebut dibalik
kemudian bila kurang lembab bisa disiram menggunakan air, setelah
kira-kira dua bulan pupuk kompos siap
untuk digunakan. Kemudian dibungkus dan dipasarkan.
2.
Sampah
kertas
3.
Sampah
plastik
4.
Sampah
logam kaca (termasuk botol-botol plastik)
Untuk
sampah kertas, plastik, dam logam kaca dibawa ke drum-drum sekitar. Setelah
dari drum, akan diangkut ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) atau gudang sampah,
yang terdiri dari 3 ruangan, yaitu ruangan untuk sampah kertas, plastik dan
kaca. Kemudian dijual, dan hasil penjualan digunakan untuk membayar pengangkut
sampah dan untuk kas RW. Kesimpulannya, jika dapat langsung dijual sampah dapat
langsung dijual.
5.
Sampah
bungkus snack
Untuk
sampah jenis ini, dapat diolah kembali. Sampah-sampah tersebut dikumpulkan
kemudian, ada kelompok ibu-ibu yang membuat kerajinan dari bungkus tersebut,
misalnya dibuat menjadi tas, dompet, tutup dispenser, dll. Hasil dari penjualan
digunakan untuk kas, , untuk pengrajinnya sendiri, juga untuk unit kerajinan
(digunakan untuk membeli bahan-bahan seperti benang, resleting).
Pada
program tersebut terdapat beberapa unit usaha antaralain:
1.
Unit
plastik
Yaitu unit yang
mempunyai tugas untuk menampung sampah plastik, untuk kemudian diproses kembali
atau dijual.
2.
Unit
kerajinan kain perca
Yaitu unit yang
mengumpulkan kain perca dan kemudian mengolahnya menjadi kerajinan, sehingga
dapat digunakan kembali dan menghasilkan nilai jual tersendiri.
3.
Unit
kerajinan kertas
Yaitu unit yang
mengumpulkan kertas dan kemudian mengolahnya menjadi kerajinan, sehingga dapat
digunakan kembali dan menghasilkan nilai jual tersendiri.
4.
Unit
kompos
Unit yang bertugas
sebagai tempat pengumpulan kompos, misalnya dari tiap-tiap kelompok rumah
tangga yang surplus kompos dapat dikumpulkan ke unit kompos, dan selanjutnya
akan dibawa ke unit penjualan.
5.
Unit
penjualan
Yaitu unit yang
berperan dalam proses penjualan hasil-hasil kerajinan juga kompos. Selanjutnya
uang hasil penjualan akan digunakan dan dibagi-bagi seperti yang telah
dijelaskan di atas.
6.
Unit
perbengkelan
Yaitu unit yang
berperan sebagai tempat pembuatan alat- alat yang digunakan dalam proses.
Misalnya komposer, yang bisa dibuat dari gerabah atau plastik, serta alat untuk
pengebor kompos pada bio pori.
Karena
program pengolahan sampah tersebut, desa Sukunan menjadi sering dikunjungi oleh
warga masyarakat dari berbagai daerah. Desa tersebut menjadi desa wisata. Para
pengunjung akan diajak untuk melihat-lihat proses pembuatan kompos, selain itu
akan diberikan pelatihan mengenai pembuatan kompos itu sendiri serta kerajinan-kerajinan
yang lain. Untuk setiap kunjunganpun harganya bervariasi tergantung paket
kunjungan, di desa tersebut juga mengadakan home
stay.
C.
KESIMPULAN
Sosialisasi
untuk pengelolaan sampah tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan,
perlu ada kesadaran masyarakat dan bimbingan berkelanjutan. Akan sia-sia saja
jika, hanya memberi penyuluhan tanpa mengikuti dan mendampingi prosesnya. Jadi, semua perangkat harus ikut berperan
dalam pengembangan program tersebut agar tercipta suasana yang harmonis antar
anggota masyarakat itu sendiri, dan program tersebut dapat berjalan terus dalam
rangka menciptakan lingkungan yang sehat dan sesuai dengan etika lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar