A.
Judul
Kondisi Hewan Tanah
pada Ekosistem Rumput di FBS UNY
B.
Tujuan
Untuk mengetahui
kondisi hewan tanah pada ekosistem rumput di FBS UNY
C.
Prosedur Kerja
1.
Alat
dan Bahan
a.
Plastik
b.
Cetok
c.
Ekstraktor panas
d.
Gelas beker
e.
Sampel tanah di 3 Plot
2.
Langkah
Kerja
a.
Menyiapkan alat dan bahan.
b.
Menentukan tiga plot yang akan diambil sampel
tanahnya dan dilihat hewan-hewan yang ada di dalamnya. Diusahakan keadaan tanah
di ketiga plot berbeda.
c.
Menentukan jarak tiap plot, ± 5 meter.
d.
Menggali tanah di tiap plot dengan ukuran kuadran
luas 10x10 dan kedalaman masing-masing plot 15 cm (hingga ditemukan minimal dua
lapisan tanah).
e.
Mengamati hewan apa saja yang ditemukan di tiap lapisan
tanah pada masing-masing pot. Melakukan
pengamatan hewan tanah dengan menggunakan metode sortir tanah.
f.
Selanjutnya mengambil sampel tanah di setiap plot
untuk diekstraksi dengan menggunakan ekstraktor panas.
g.
Melakukan ekstrasi kering pada ketiga sampel tanah
dengan waktu ekstraksi masing-masing ± 3 jam.
h.
Mengamati hewan-hewan hasil ekstraksi tanah secara
langsung jika hewan tersebut berukuran makro.
i.
Mengamati hewan-hewan hasil ekstraksi tanah
menggunakan mikroskop jika hewan tersebut berukuran mikro.
D.
Rumusan masalah
Bagaimana kondisi
kondisi hewan tanah pada ekosistem rumput di FBS UNY
E.
Data
Hasil Pengamatan
Tabel pengamatan tiga plot di ekosistem rumput
Plot
|
Lapisan
Tanah
|
Hewan
yang ditemukan
|
Jumlah
|
I
|
1
|
Semut
|
4 ekor
|
2
|
Hewan berwarna putih
|
2 ekor
|
|
II
|
1
|
Cacing
|
4 ekor
|
2
|
Hewan berwarna putih
|
2 ekor
|
|
III
|
1
|
Semut
|
2 ekor
|
2
|
-
|
-
|
F.
Pembahasan
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan
antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan
ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi
beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat
didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas
mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti
pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk
tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian
besar bahan ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air,
nitrat, fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya.
Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun)
menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari
semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung. Bersamaan dengan suhu
dan air, tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi (Kimball,
1999).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna
tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan
populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan
daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu
jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan,
yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian
dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah
faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna
tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas
akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah
mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang
masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah
merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan
dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen)
utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan
cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna
tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan
untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang
semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan
energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas
mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan
dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah
tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu
jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Tujuan
dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kondisi hewan tanah pada
ekosistem rumput di FBS UNY, yaitu dengan melakukan pengamatan hewan-hewan pada
kedalaman tertentu. Pengamatan tersebut dilakukan pada tiga plot. Pada plot pertama kami menemukan ada 4 ekor
semut pada lapisan pertama, kemudian ditemukan pula hewan berwarna putih
sebanyak 2 ekor. Pada plot ke dua ditemukan 4 ekor cacing di lapisan pertama,
dan ditemukan hewan berwarna putih sebanyak 2 ekor. Selanjutnya pada plot ke
tiga hanya ditemukan 2 ekor semut di lapisan pertama. Keberadaan hewan-hewan
tanah sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah.
Pengamatan
hewan dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode sortir tangan
dan ekstraksi hewan tanah dengan menggunakan metode ekstraktor panas. Metode
sortir tangan adalah metode pengambilan cacing tanah yang paling baik dan
hasilnya paling baik bila dibandingkan dengan metode yang lain. Metode ini
dilakukan untuk hewan-hewan yang dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga
dapat dilakukan secara langsung dengan sortir tangan. Kelemahan metode ini
hanyalah karena metode ini membutuhkan banyak waktu dan tenaga dan ketelitian
yang tinggi. Efisiensi metode ini telah dibuktikan oleh Raw, Nelson, dan
satchel pada taun 1960 dan 1962.
Pada
metode ini tanah diambil pada kuadran (plot) yang telah ditentukan luasnya dari
kedalamannya dan tanah itu dimasukan ke dalam suatu karung/plastik . namun untuk
cacing tanah yang terdapat di dalamnya langsung disortir dan dihitung
jumlahnya. Seperti pada pengamatan, kami
menemukan cacing pada plot ke dua di lapisan tanah pertama. Pada plot II dengan
ukuran luas 10x10 cm dan kedalaman ± 15
cm, kami menemukan 4 ekor cacing tepatnya pada lapisan pertama. Hal tersebut
menunjukan tingkat kesuburan di lapisan tersebut cukup tinggi. Secara
singkat dapat di jelaskan bahwa horizon O tersusun atas atau didominasi oleh
bahan organik, pecahan-pecahan volumenya kecil sekali dan berwarna gelap dari
horizon yang lain dan biasanya berada di atas horizon–horizon yang kondisinya
menghambat perombakan bahan organik. Bila lapisan permukaan mencapai suatu
ketebalan tertentu dan berwarna gelap karena akumulasi bahan organik, maka
horizon A akan terbentuk dan horizon B berada di bawah horizon A dimana
partikel-partikel koloid di akumulasikan. Selain itu, dengan metode sortir pula kami menemukan semut dan hewan yang
berwarna putih.
Pengamatan juga dilakukan dengan metode dinamik
dengan merangsang hewan tanah untuk berkumpul pada bejana koleksi dan kemudian
diambil. Namun metode ini memiliki kekurangan karena yang akan terkumpul
hanyalah hewan yang hidup dan aktif dan dapat mencapai tempat koleksi, sehingga
hewan yang lemah tidak akan terambil. Kelemahan ini akan menyebabkan data yang
di dapat akan rendah dri kenyataan yang sebenarnya (under estimate), selain itu
pupa dan telur tidak akan di dapat.
Cara pengambilan contoh tanah secara dinamik banyak
macamnya. Pada metode ini hewan tanah dirangsang untuk meniggalkan sampel
tanah. Rangsangan itu bisa berupa panas, listrik, zat kimia, atau kelembaban.
Metode ini juga disebut metode kelakuan (behavioural) karena hewan tanah tadi
menuju bejana koleksi sesuai dengan tanggapannnya terhadap rangsangan yang diberikan tadi. Pada metode dinamik
dikenal metode ekstraksi kering, ekstraksi basah, ekstraksi kimia, dan ekstraksi
listrik. Pada praktikum kali ini kami melakukan ekstraksi kering. Ekstraktor
kering seperti pada alat corong Barlese Tullgren menggunakan panas untuk
memaksa hewan tanah itu mennuju bejana koleksi.
Pada pengukuran suhu sebelumnya, suhu tanah di ketiga plot
tersebut sebesar 28°C. Suhu tanah merupakan
salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan
organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat
dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu
udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan
atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.
Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan
tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu
di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar
matahari yang jatuh pada permukaan
tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah,
tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Sedangkan pH tanah di ketiga plot tersebut adalah 7. Pengukuran pH
tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin
(1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya
asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada
tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat
mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain
yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme
adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta
kondisi-kondisi serasi (Sutedjo dkk., 1996).
Perbedaan jenis serta jumlah hewan tanah yang ditemukan pada
masing-masing plot tersebut juga mungkin disebabkan oleh keberadaan vegetasi
yang tumbuh pada tanah tersebut, karena keberadaan vegetasi juga mempengaruhi
kelangsungan hidup organisme tanah yang berada di dalamnya.
Pada praktikum kali ini hewan tanah yang dominan adalah cacing
tanah. Sedangkan cacing tanah (Lumbricus
terristris) itu sendiri
merupakan contoh yang mewakili klas Chactopoda. Tubuhnya terbungkus oleh
kutikula yang transparan guna untuk melindungi tubuh dari gangguan fisis atau
khemis. Makanan cacing adalah bakteri, fungi, bahan-bahan tanaman yang mudah
membusuk. Cacing tanah terdapat lubang-lubang, mempunyai pengaruh besar pada
tanah-tanah yang ditumbuhi tanaman dan jarang dijumpai pada tanah yang
kekurangan calcium, pada musim kering atau pada tanah asam.
Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat
besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat
bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam
dekomposisi bahan organik tanah
dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati
yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran.
Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah
yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung
secara kontinyu.
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat
atau bahan-bahan organik dengan cara :
a.
Menghancurkan jaringan secara fisik dan
meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur
b.
Melakukan pembusukan pada bahan pilihan
seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin
c.
Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus
d.
Menggabungkan bahan yang membusuk pada
lapisan tanah bagian
atas
e.
Membentuk kemantapan agregat antara bahan
organik dan bahan mineral tanah
G.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pada semua plot ditemukan hewan tanah, namun pada plot ketiga
lapisan kedua tidak ditemukan hewan tanah.
1.
Plot
1
· Lapisan 1: semut (4 ekor)
· Lapisan 2: hewan berwarna putih (2 ekor)
2.
Plot
2
· Lapisan 1: cacing (4 ekor)
· Lapisan 2: hewan berwarna putih (2 ekor)
3.
Plot
3
· Lapisan 1: semut (2 ekor)
· Lapisan 2: tidak ditemukan hewan
H.
Daftar Pustaka
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta. Kanisius.
Barnes,
B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4th Edition. John Wiley and Sons Inc. New
York
Holmes W.E. and D.R. Zak.
1994. Soil microbial biomass dynamics and
net nitrogen mineralization in Northern Hardwood ecosystems. Soil Sci. Soc.
Am. J. 58:238-243. (e-book)
Killham K. 1999. Soil ecology. Cambridge University
Press. United Kingdom
Kimball, J. W. 1999. Biologi.
Jilid Tiga. Erlangga. Jakarta
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar
Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Handayanto, E. 2007. BIOLOGI TANAH
Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Yogyakata: Pustaka Adipura
|
||||
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar