Makalah ini berisi mengenai pendekatan klasifikasi kemampuan
lahan dalam terapannya untuk perencanaan penggunaan lahan pedesaan secara umum.
Dalam evaluasi lahan di pakai satuan bentuk lahan sebagai satuan peta yang akan
dievaluasi untuk mengetahui kelas kemampuan lahan. Data karakteristik lahan di
setiap satuan bentuk lahan dinilai sesuai kriteria klasifikasi kemampuan lahan.
Wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 12 satuan bentuklahan yang berasal
dari proses fluvial, gunungapi, struktural denudasional. Kelas kemampuan lahan
yang termasuk lahan dapat dibudidayakan meliputi empat satuan bentuklahan, dan
lahan yang tidak sesuai untuk budidaya ada enam satuan bentuk lahan. Lahan yang
sesuai untuk pertanian menempati kelas I hingga IV. Lahan untuk perkebunan,
hutan produksi dan peternakan menempati kelas V dan VI, sedangkan hutan lindung
menempati kelas VIII.
A. PENDAHULUAN
Konflik
penggunaan lahan dapat terjadi akibat dari adanya benturan kepentingan antar
sektoral, dan pembangunan oleh pertambahan penduduk. Konflik penggunaan lahan
tersebut misalnya perubahan lahan sawah, tegalan, hutan, menjadi daerah
pemukiman, pertokoan, perkantoran, jalan dan sarana perhubungan. Oleh karena
itu diperlukan upaya perencanaan secara terpadu, seperti rencana umum tata
ruang. Untuk mendukung upaya perencanaan tersebut sangat diperlukan data
sumberdaya alam, teknik analisis dan pengolahan data yang tepat dan cepat dan
model pendekatan perencanaan. Evaluasi kemampuan lahan merupakan salah satu
upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya lahan) sesuai dengan potensinya.
Penilaian potensi lahan sangat diperlukan terutama dalam rangka penyusunan kebijakan,
pemanfaatan lahan dan pengelolaan lahan secara berkesinambungan. Untuk menyusun
kebijakan tersebut sangat diperlukan peta-peta yang salah satunya adalah peta
kemampuan lahan. Analisis dan evaluasi kemampuan lahan dapat mendukung proses
dalam penyusunan rencana penggunaan lahan di suatu wilayah yang disusun dengan
cepat dan tepat sebagai dasar pijakan dalam mengatasi benturan pemanfaatan
penggunaan lahan/sumberdaya alam. (Suratman dkk, 1993).
Wilayah
Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan perannya dalam mendukung fungsi
KotaYogyakarta sebagai kota pelajar, budaya, wisata. Dengan tumbuhnya Kota
Yogyakarta yang mengarah pada fungsi-fungsi tersebut maka benturan pemanfaatan
lahan sangat terasa di pusat kota maupun tepian kota (sub urban). Perubahan
penggunaan lahan menuju ke arah pedesaan, yang tadinya merupakan lahan
pertanian subur sebagai lahan yang diandalkan untuk menopang kebutuhan bahan
makanan seperti padi, ubi-ubian, polowijo, tanaman perkebunan, sayur,
buah-buahan dan sebagainya. Dengan demikian masalah utama adalah yang berkaitan
dengan perencanaan penggunaan lahan dan benturan kepentingan di berbagai sektor
yang terkait dengan potensi lahan. Selain itu juga adanya variasi kondisi
bentanglahan dari kerucut Gunungapi Merapi, dataran aluvial hingga ke
pegunungan denudasional. Kondisi tersebut berpengaruh pada kelas kemampuan
lahan di suatu bentang lahan, dan oleh karena itu penggunaan lahannya juga
bervariasi. Untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan perencanaan
penggunaan lahan, kemampuan lahan dan konflik penggunaan lahan maka diperlukan
model evaluasi dan perencanaan penggunaan lahan secara umum.
B. PEMBAHASAN
1.
Satuan Bentuk Lahan dan Karakteristiknya
Di wilayah Kabupaten Sleman secara geomorfologis terdiri dari bentuklahan
yang terbentuk oleh proses gunungapi dan denudasional. Beberapa satuan
bentuklahan tersebut antaralain:
Tabel. Satuan Bentuk lahan Di Kabupaten Sleman
No
|
Satuan
bentuk Lahan
|
1.
|
Bukit
vulkanik
|
2.
|
Kerucut
gunung api
|
3.
|
Medan
lava
|
4.
|
Lereng
atas gunung api
|
5.
|
Lereng
tengah gunung api
|
6.
|
Lereng
bawah gunung api
|
7.
|
Padang
laharik
|
8.
|
Lereng
kaki gunung api
|
9.
|
Dataran
kaki gunung api
|
10.
|
Dataran
allluvial gunung api
|
11.
|
Perbukitan
terisolasi
|
12.
|
Perbukitan
terdenudasi
|
Karakteristik lahan di setiap satuan lahan dapat diperoleh melalui
pengamatan dan pengukuran sifat tanah, lereng, erosi dan banjir serta keairan.
Data hasil pengukuran dipakai untuk
mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan di setiap satuan bentuklahan di daerah
penelitian.
Tabel. Karakteristik Lahan Pada Setiap Satuan Bentuk lahan
No
|
Solum
(cm)
|
Tekstur
tanah
|
Kesuburan
|
pH
|
Drainase
|
Permeabilitas
|
Lereng
(%)
|
Erosi
|
Genangan
dan Banjir
|
Batu
Kasar
|
Kerikil
|
Air Tanah
|
1
|
<25
|
Pasir
|
Rendah
|
6,0
|
Sangat baik
|
Sangat cepat
|
>70
|
Sangat berat
|
tanpa
|
>90
|
>90
|
Sangat dalam
|
2
|
<25
|
Pasir
|
Rendah
|
6.0
|
Sanga baik
|
Sangat cepat
|
>70
|
Sangat berat
|
tanpa
|
>90
|
>90
|
Sangat dalam
|
3
|
<25
|
Pasir
|
Sangat rendah
|
5,0
|
Sanga baik
|
cepat
|
>45
|
Sangat berat
|
tanpa
|
>90
|
>90
|
Sangat dalam
|
4
|
<90
|
Pasir
|
Rendah
|
5,0
|
Sanga baik
|
cepat
|
25-45
|
Sangat berat
|
tanpa
|
>50
|
<50
|
Sangat dalam
|
5
|
<90
|
Pasir
|
Rendah
|
5,5
|
Sanga baik
|
cepat
|
15-25
|
Berat
|
tanpa
|
15-25
|
<15
|
Dalam
|
6
|
<90
|
Pasir
|
Rendah
|
6,0
|
Sanga baik
|
cepat
|
<15
|
Sedang
|
tanpa
|
<15
|
<15
|
Dangkal
|
7
|
<25
|
Pasir
|
Sangat rendah
|
5
|
Sanga baik
|
cepat
|
<15
|
Sedang
|
tanpa
|
50-75
|
<15
|
Dalam
|
8
|
100-200
|
Pasir
|
Sedang
|
6,8
|
Sanga baik
|
cepat
|
<15
|
Sedang
|
tanpa
|
3-15
|
<25
|
Dalam
|
9
|
100-200
|
Pasir
|
Sedang
|
6,8
|
Sanga baik
|
cepat
|
<15
|
Ringan
|
tanpa
|
<5
|
<5
|
Dangkal
|
10
|
100-200
|
Pasir
|
Sedang
|
6,8
|
Sanga baik
|
cepat
|
<15
|
Sangat ringan
|
tanpa
|
<5
|
<5
|
Sangat dangkal
|
11
|
75-100
|
Pasir
|
Sedang
|
6,8
|
Sanga baik
|
cepat
|
<15
|
Sangat berat
|
tanpa
|
<50
|
75
|
Sangat dalam
|
12
|
70
|
Lempung
|
Lempung
|
6,5
|
Sanga baik
|
cepat
|
<45
|
Sangat berat
|
tanpa
|
15-90
|
75
|
Sangat dalam
|
Berdasarkan pada model pendekatan perencanaan penggunaan lahan atas dasar
kelas kemampuan lahan seperti dikembangkan oleh Klingebiel dan Montgomery
(1961) di Amerika, maka penggunaan lahan di Kabupaten Sleman dapat disusun
menurut kemampuan lahannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengarahkan pemanfaatan
sumberdaya alam yang sesuai, lestari dan berlanjut. Dengan mendasarkan pada
Tabel di atas, maka dapat dijelaskan bahwa terdapat 5 bentuklahan yang merupakan
wilayah yang dapat diolah (arable land ), sedangkan wilayah yang tidak dapat
diolah (non arable land) mencakup 2 satuan medan dan lahan yang dapat diolah
tetapi harus dikendalikan ada 5.
2.
Kemampuan Lahan dan Rencana Penggunaan Lahan
Rencana penggunaan
lahan dapat disusun atas kelas kemampuan lahan yang ditunjukkan oleh setiap
satuan medan. Proses perencanaan penggunaan lahan ini dilakukan agar dapat dicapai
asas optimalisasi potensi, kesesuaian, kelestarian dan keberlanjutan manfaat
sumber alam, sehingga Berdasarkan pada bentuk lahan dan arahan penggunaan
lahan, maka dapat dijelaskan bahwa daerah yang memiliki lereng datar-landai
dengan tanah yang subur dan tersedia sumber air yang cukup secara terus menerus
merupakan kawasan pertanian lahan basah yang dapat dimantapkan sebagai sentra
tanaman pangan. Daerah dengan kemiringan agak curam dengan tanah yang subur
tetapi kesulitan air sebaiknya dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan (agro
politan), sedangkan daerah yang berlereng curam-sangat curam dengan kelas kemiringan
lahan di atas VII sebaiknya dimanfaatkan untuk hutan produksi terbatas, hutan
lindung dan cagar alam. Lahan yang
potensial untuk pertanian yang berada di pinggiran kota maupun di sekitar jalan
secara perlahan beralih fungsi ke budidaya non pertanian termasuk untuk permukiman.
Oleh karena itu, penetapan lahan untuk pertanian secara umum segera dilakukan,
demikian juga lahan di sekitar kota kecamatan dan beberapa lahan kering dapat
lebih beralih fungsi ke peruntukkan non pertanian seperti perumahan,
perdagangan dan jasa. Perubahan penggunaan
lahan semestinya disesuaikan dengan kemampuan lahannya yang paling sesuai, sehingga
tidak akan terjadi masalah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan maupun
ketimpangan pembangunan baik di desa maupun perkotaan.
Tabel. Kelas
Kemampuan Lahan Di Setiap Satuan Bentuklahan
Devisi
|
Kelas
kemampuan lahan
|
Satuan bentuk lahan
|
Dapat diolah
|
I
|
Dataran kaki gunung api
|
Dataran aluvial gunung api
|
||
II
|
Lereng gunung api
|
|
III
|
Lereng bawah gunung api
|
|
IV
|
Lereng tengah gunung api
|
|
Tidak dapat diolah
|
V
|
Perbukitan terisolasi
|
Perbukitan denudasional
|
||
VI
|
Lereng atau gunung api
|
|
VII
|
Padang laharik
|
|
Medan lava
|
||
VII
|
Kerucut gunung api
|
|
Bukit vulkanik
|
Tabel. Kelas
Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Sleman
No
|
Satuan bentuk lahan
|
Kelas kemampuan lahan
|
Arahan penggunaan lahan
|
Penggunaan lahan sekarang
|
ketidaksesuaian
|
1
|
Bukit vulkanik
|
VIII
|
Cagar alam, hutan lindung
|
Hutan
|
Sesuai
|
2
|
Kerucut gunung api
|
VIII
|
Cagar alam, hutan lindung
|
Hutan, bero
|
Sesuai
|
3
|
Medan lava
|
VII
|
Hutan lindung
|
Hutan, bero
|
Sesuai
|
4
|
Lereng atas gunung api
|
VI
|
Hutan produksi, perkebunan,
peternakan
|
Pertanian, pemukiman, perkebunan,
peternakan, tambang
|
Pemukiman, peternakan dan tambang
dibatasi
|
5
|
Lereng tengah gunung api
|
IV
|
Pertanian sangat terbatas
|
Pertanian, pemukiman, tambang
|
Pertambangan perlu diatur
|
6
|
Lereng bawah gunung api
|
III
|
Pertanian terbatas
|
Pertanian, pemukiman,
pertambangan
|
Pertambangan dikendalikan
|
7
|
Padang laharik
|
VII
|
Hutan lindung
|
Hutan, bero, tambang
|
Pertanian kurang sesuai
|
8
|
Lereng kaki gunung api
|
II
|
Pertanian intensif
|
Pertanian, pemukiman
|
Pemukiman dikendalikan lokasinya
|
9
|
Dataran kaki gunung api
|
I
|
Pertanian sangat intensif
|
Pertanian, pemukiman
|
Pemukiman dikendalikan lokasinya
|
10
|
Dataran alluvial gunung api
|
I
|
Pertanian sangat intensif
|
Pertanian, pemukiman
|
Pemukiman dikendalikan lokasinya
|
11
|
Perbukitan terisolasi
|
V
|
Perkebunan, peternakan
|
Pertanian, pemukiman, tambang
|
pemukiman dibatasi
|
12
|
Perbukitan denudasional
|
V
|
Perkebunan, peternakan
|
Pertanian, pemukiman
|
Pemukiman tidak sesuai
|
Masalah utama yang dihadapi di wilayah Kabupaten Sleman ditinjau dari aspek
lahan adalah adanya ketimpangan dan perubahan penggunaan lahan yang kurang
didukung oleh suatu rencana penggunaan lahan pedesaan dan perkotaan secara umum
hingga secara detil. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya fungsi kawasan
resapan, menyempitnya kawasan lahan basah yang produktif yang menghasilkan
kebutuhan pangan bagi masyarakat.
Dengan adanya arahan penggunaan lahan di atas, diharapkan
masyarakat dapat mengelola lingkungan sesuai dengan peruntukannya agar tidak
terjadi kerusakan lingkungan serta untuk menjaga Sumber Daya Alam yang
merupakan anugerah dari Tuhan dan sudah seharusnya kita sebagai makhlukNya
turut serta dalam menjaga SDA yang berlimpah ini agar tetap lestari sehingga
dapat dimanfaatkan terus menerus tanpa adanya kerusakan oleh masyarakat.
C.
PENUTUP
Kelas kemampuan
lahan I hingga IV merupakan lahan potensial untuk budidaya pertanian yang menempati
bentuklahan vulkanik meliputi dataran aluvial gunungapi, dataran lereng kaki
gunungapi dan lereng bawah gunungapi. Kelas kemampuan lahanVdan VI merupakan
lahan potensial untuk penggunaan hutan dan perkebunan yang menempati lereng
tengah dan atas gunungapi serta perbukitan terisolasi, perbukitan denudasional.
Kelas kemampuan lahan VII dan VIII merupakan lahan untuk pelestarian fungsi
lindung bawahan sehingga sangat sesuai untuk hutan lindung. Arahan rencana
penggunaan lahan secara umum di daerah penelitian dapat diaplikasikan untuk
identifikasi fungsi kawasan budidaya dan lindung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar