Selasa, 14 Februari 2012

PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA SUKUNAN

A.      PENDAHULUAN
Sampah telah menjadi masalah klasik dari sebuah daerah perkotaan atau wilayah permukiman yang padat penduduknya dengan lingkungan lahan disekitarnya yang terbatas. Saat mulai berbicara mengenai persoalan sampah, yang segera muncul di dalam pikiran kita pada umumnya adalah persoalan apa yang terlihat secara visual / kasat mata, yaitu sampah yang ada di tong / tempat pembuangan sampah, sampah yang berserakan di pinggir jalan, dan sebagainya, bukan apa yang akan ditimbulkan atau yang akan menjadi dampak dari persoalan sampah tersebut. Sehingga dalam mengatasinya masalah yang dianggap hanya sebagai masalah “kebersihan “ ini, langkah yang cenderung untuk dilakukan adalah bagaimana upaya untuk menyingkirkan sampah yang ada di depan mata itu, dan bila sampah tersebut telah disingkirkan, maka permasalahan telah dianggap selesai.

Tetapi apakah dengan menyingkirkan sampah, kita telah terlepas dari permasalahan sampah? Sampah tersebut biasanya masih tetap ada, karena yang terjadi adalah pemindahan sampah dan pemindahan permasalahannya. Lingkungan permukiman / perkotaan terbebas dari tumpukan sampah, tapi disisi lain membiarkan lokasi lain (TPS, TPA dan sebagainya) menjadi gunungan sampah dan sumber polusi bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

B.       PEMBAHASAN
Ihwal sampah tersebut masyarakat Sukunan telah mampu memanfaatkan sampah yang tidak berguna menjadi peluang usaha yang mampu meningkatkan pendapatan warganya. Hal ini dimulai dari masyarakat yang merasa terusik dengan keberadaan sampah yang mengganggu sistem irigasi dan pertumbuhan tanaman. Kondisi yang sama juga di alami oleh Iswanto salah satu warga sukunan. Tidak tersedianya pekarangan luas di pekarangan rumahnya, menjadi salah satu alasan bagi dia untuk mengolah sampah. Selain itu ia juga melihat fenomena di masyarakat yang sering membuang sampah dengan ditimbun, dibakar dan tidak sedikit yang membuang sampah di sungai.
Memulai dengan hal yang kecil, Iswanto menerapkan pengolahan sampah di keluarganya sendiri. Upaya penanganan sampah dengan memilah sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik) rumah tangganya, dan dilanjutkan dengan proses dekomposisi terhadap sampah organik sehingga menghasilkan pupuk kompos. Sampah dapur diolahnya menjadi pupuk kompos, sedang sampah-sampah plastik yang masih bisa ia manfaatkan di reuse kembali. Dari keluarga kemudian ia mencoba menularkan cita – cita dan usahanya dalam pengelolaan sampah tersebut kepada warga lain didalam berbagai forum kemasyarakatan, seperti saat siskamling, dan sebagainya. Dan kemudian cita – cita dan usaha Iswanto ini diikuti secara bersama oleh warga.
Masalah pengelolaan sampah yang dihadapi dusun ini, jika dilihat dari sistem kelembagaan dapat dilihat sebagai tidak berfungsinya lembaga pemerintah yang berwenang dalam penanganan kebersihan, sehingga menuntut adanya peran dan partisipasi aktif dari masyarakat yang terpengaruh langsung langsung dengan masalah sampah ini.
Lingkungan (Environment) dusun Sukunanlah yang menjadi dasar program pengelolaan sampah dibutuhkan oleh masyarakat. Lingkungan yang telah terpolusi oleh sampah yang selama ini tidak terkelola dengan semestinya, telah mempengaruhi kondisi kehidupan masyarakat seperti menurunnya produktifitas pertanian dan gangguan kesehatan. Permasalahan lingkungan ini telah menjadi permasalahan bersama, dan pada tahap selanjutnya menimbulkan rasa kebersamaan ditengah warga untuk mengatasi secara bersama.
Adanya kesadaran tentang pengolahan sampah ini menjadi suatu solusi atas permasalahan lingkungan selama ini. Kesadaran seperti inilah yang dibutuhkan tidak hanya bagi masyarakat sukunan semata, karena bagaimanapun lingkungan bukan bagian yang terpisah dari kehidupan manusia. Keberhasilan masyarakat sukunan bukanlah keberhasilan yang mutlak. Melihat kondisi masyarakat yang heterogen tentunya tidak mudah bagi Iswanto untuk mengajak seluruh warga berpatisipasi. Ada masyarakat yang mendukung dan ada pula yang kontra. Seperti yang terjadi di dusun Cokrowijayan, masyarakat disini tidak mampu mengolah sampah seperti dusun sukunan mereka lebih memilih membayar uang sampah dengan biaya 10.000/bulan daripada mengolah sampah itu sendiri. Keadaan seperti ini terjadi karena masyarakat lebih bersikap acuh terhadap lingkungan.
Program pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat sukunan berdasar pada prinsip : reuse, recycle dan reduce. Reuse adalah pengolahan sampah dengan menggunakan kembali sesuatu yang masih bisa dipakai. Recycle dilakukan saat tidak bisa direuse kemudian diolah misalnya sampah organik menjadi kompos, plastik plastik bekas snack diolah menjadi tas-tas, maupun dompet. Sedang reduce dilakukan ketika sesuatu tidak bisa direuse, di recycle seperti pada penggunaan pampers, pembalut wanita, maupun kotak snack dari styrofoam. Barang-barang yang tidak bisa direuse ini kemudian diganti dengan barang-barang yang lebih alami yang bisa digunakan kembali. Contohnya : penggunaan pembalut wanita diganti dengan pembalut  yang berasal dari kain.
Pengolahan sampah di desa sukunan meliputi pengolahan sampah dengan skala rumah tangga dan skala komunal. Kuncinya adalah pemilahan sampah itu sendiri. Sampah dari rumah tangga dipilah-pilah langsung dari rumah tangga itu sendiri, yaitu dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok antaralain:
1.    Sampah organik
Pada skala rumah tangga, setiap rumah tangga mengumpulkan limbah dapur sisa bahan masakan, kemudian dimasukkan ke dalam komposer untuk diproses menjadi kompos. Setelah beberapa hari, sampah yang ada di dalam komposer itu berangsur-angsur akan menjadi kompos yang kemudian dapat digunakan untuk pupuk tanaman dipekarangan mereka. Sedangkan untuk sampah-sampah daun yang ada di pekarangan mereka dikumpulkan kemudian dibiarkan membusuk sehingga dapat menyuburkan tanah. Untuk rumah tangga yang kelebihan kompos, mereka dapat mengumpulkannya di kelompok masing-masing untuk selanjutnya dijual dan hasilnya sebagian digunakan sebagai kas. Selain itu, bisa juga menggunakan “bio pori” yaitu membuat lubang pada tanah di sekitar pekarangan. Setiap rumah tangga memiliki bio pori. Proses pembuatan kompos lebih sederhana karena setelah sampah dapur dikumpulkan, langsung dimasukkan ke dalam lubang tersebut, setelah 2 hari pupuk bisa langsung digunakan. Diambil dengan menggunakan alat yang sangat unik.
Pada skala komunal, daun-daun yang telah dikumpulkan diletakkan di dalam suatu tempat, kemudian diberi nokulen untuk mempercepat proses,  setelah itu di tutup menggunakan serabut agar tetap menjaga kelembaban. Setelah beberapa hari, daun-daun tersebut dibalik kemudian bila kurang lembab bisa disiram menggunakan air, setelah kira-kira  dua bulan pupuk kompos siap untuk digunakan. Kemudian dibungkus dan dipasarkan.  
2.                            Sampah kertas
3.                            Sampah plastik
4.                            Sampah logam kaca (termasuk botol-botol plastik)
Untuk sampah kertas, plastik, dam logam kaca dibawa ke drum-drum sekitar. Setelah dari drum, akan diangkut ke TPS (Tempat Pembuangan Sampah) atau gudang sampah, yang terdiri dari 3 ruangan, yaitu ruangan untuk sampah kertas, plastik dan kaca. Kemudian dijual, dan hasil penjualan digunakan untuk membayar pengangkut sampah dan untuk kas RW. Kesimpulannya, jika dapat langsung dijual sampah dapat langsung dijual.
5.                            Sampah bungkus snack
Untuk sampah jenis ini, dapat diolah kembali. Sampah-sampah tersebut dikumpulkan kemudian, ada kelompok ibu-ibu yang membuat kerajinan dari bungkus tersebut, misalnya dibuat menjadi tas, dompet, tutup dispenser, dll. Hasil dari penjualan digunakan untuk kas, , untuk pengrajinnya sendiri, juga untuk unit kerajinan (digunakan untuk membeli bahan-bahan seperti benang, resleting).



Pada program tersebut terdapat beberapa unit usaha antaralain:
1.         Unit plastik
Yaitu unit yang mempunyai tugas untuk menampung sampah plastik, untuk kemudian diproses kembali atau dijual.
2.         Unit kerajinan kain perca
Yaitu unit yang mengumpulkan kain perca dan kemudian mengolahnya menjadi kerajinan, sehingga dapat digunakan kembali dan menghasilkan nilai jual tersendiri.
3.         Unit kerajinan kertas
Yaitu unit yang mengumpulkan kertas dan kemudian mengolahnya menjadi kerajinan, sehingga dapat digunakan kembali dan menghasilkan nilai jual tersendiri.
4.         Unit kompos
Unit yang bertugas sebagai tempat pengumpulan kompos, misalnya dari tiap-tiap kelompok rumah tangga yang surplus kompos dapat dikumpulkan ke unit kompos, dan selanjutnya akan dibawa ke unit penjualan.
5.         Unit penjualan
Yaitu unit yang berperan dalam proses penjualan hasil-hasil kerajinan juga kompos. Selanjutnya uang hasil penjualan akan digunakan dan dibagi-bagi seperti yang telah dijelaskan di atas.
6.         Unit perbengkelan
Yaitu unit yang berperan sebagai tempat pembuatan alat- alat yang digunakan dalam proses. Misalnya komposer, yang bisa dibuat dari gerabah atau plastik, serta alat untuk pengebor kompos pada bio pori.
Karena program pengolahan sampah tersebut, desa Sukunan menjadi sering dikunjungi oleh warga masyarakat dari berbagai daerah. Desa tersebut menjadi desa wisata. Para pengunjung akan diajak untuk melihat-lihat proses pembuatan kompos, selain itu akan diberikan pelatihan mengenai pembuatan kompos itu sendiri serta kerajinan-kerajinan yang lain. Untuk setiap kunjunganpun harganya bervariasi tergantung paket kunjungan, di desa tersebut juga mengadakan home stay.

C.      KESIMPULAN
Sosialisasi untuk pengelolaan sampah tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan, perlu ada kesadaran masyarakat dan bimbingan berkelanjutan. Akan sia-sia saja jika, hanya memberi penyuluhan tanpa mengikuti dan mendampingi prosesnya.  Jadi, semua perangkat harus ikut berperan dalam pengembangan program tersebut agar tercipta suasana yang harmonis antar anggota masyarakat itu sendiri, dan program tersebut dapat berjalan terus dalam rangka menciptakan lingkungan yang sehat dan sesuai dengan etika lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar