Kamis, 23 Februari 2012

KONDISI HEWAN TANAH PADA EKOSISTEM RUMPUT FBS UNY


A.      Judul      
Kondisi Hewan Tanah pada Ekosistem Rumput di FBS UNY

B.       Tujuan   
Untuk mengetahui kondisi hewan tanah pada ekosistem rumput di FBS UNY


C.      Prosedur Kerja
1.         Alat dan Bahan
a.    Plastik
b.    Cetok
c.    Ekstraktor panas
d.   Gelas beker
e.    Sampel tanah di 3 Plot

2.         Langkah Kerja
a.    Menyiapkan alat dan bahan.
b.    Menentukan tiga plot yang akan diambil sampel tanahnya dan dilihat hewan-hewan yang ada di dalamnya. Diusahakan keadaan tanah di ketiga plot berbeda.
c.    Menentukan jarak tiap plot,  ± 5 meter.
d.   Menggali tanah di tiap plot dengan ukuran kuadran luas 10x10 dan kedalaman masing-masing plot 15 cm (hingga ditemukan minimal dua lapisan tanah).
e.    Mengamati hewan apa saja yang ditemukan di tiap lapisan tanah pada masing-masing pot.  Melakukan pengamatan hewan tanah dengan menggunakan metode sortir tanah.
f.     Selanjutnya mengambil sampel tanah di setiap plot untuk diekstraksi dengan menggunakan ekstraktor panas.
g.    Melakukan ekstrasi kering pada ketiga sampel tanah dengan waktu ekstraksi masing-masing ± 3 jam.
h.    Mengamati hewan-hewan hasil ekstraksi tanah secara langsung jika hewan tersebut berukuran makro.
i.      Mengamati hewan-hewan hasil ekstraksi tanah menggunakan mikroskop jika hewan tersebut berukuran mikro.

D.      Rumusan masalah
Bagaimana kondisi kondisi hewan tanah pada ekosistem rumput di FBS UNY

E.       Data Hasil Pengamatan
Tabel pengamatan tiga plot di ekosistem rumput
Plot
Lapisan Tanah
Hewan yang ditemukan
Jumlah
I
1
Semut
4 ekor
2
Hewan berwarna putih
2 ekor
II
1
Cacing
4 ekor
2
Hewan berwarna putih
2 ekor
III
1
Semut
2 ekor
2
-
-

F.       Pembahasan
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya. Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung. Bersamaan dengan suhu dan air, tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi (Kimball, 1999).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna tanah, seperti herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kondisi hewan tanah pada ekosistem rumput di FBS UNY, yaitu dengan melakukan pengamatan hewan-hewan pada kedalaman tertentu. Pengamatan tersebut dilakukan pada tiga plot.  Pada plot pertama kami menemukan ada 4 ekor semut pada lapisan pertama, kemudian ditemukan pula hewan berwarna putih sebanyak 2 ekor. Pada plot ke dua ditemukan 4 ekor cacing di lapisan pertama, dan ditemukan hewan berwarna putih sebanyak 2 ekor. Selanjutnya pada plot ke tiga hanya ditemukan 2 ekor semut di lapisan pertama. Keberadaan hewan-hewan tanah sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah.
Pengamatan hewan dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan metode sortir tangan dan ekstraksi hewan tanah dengan menggunakan metode ekstraktor panas. Metode sortir tangan adalah metode pengambilan cacing tanah yang paling baik dan hasilnya paling baik bila dibandingkan dengan metode yang lain. Metode ini dilakukan untuk hewan-hewan yang dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga dapat dilakukan secara langsung dengan sortir tangan. Kelemahan metode ini hanyalah karena metode ini membutuhkan banyak waktu dan tenaga dan ketelitian yang tinggi. Efisiensi metode ini telah dibuktikan oleh Raw, Nelson, dan satchel pada taun 1960 dan 1962.
Pada metode ini tanah diambil pada kuadran (plot) yang telah ditentukan luasnya dari kedalamannya dan tanah itu dimasukan ke dalam suatu karung/plastik . namun untuk cacing tanah yang terdapat di dalamnya langsung disortir dan dihitung jumlahnya.  Seperti pada pengamatan, kami menemukan cacing pada plot ke dua di lapisan tanah pertama. Pada plot II dengan ukuran luas 10x10 cm dan kedalaman ± 15 cm, kami menemukan 4 ekor cacing tepatnya pada lapisan pertama. Hal tersebut menunjukan tingkat kesuburan di lapisan tersebut cukup tinggi. Secara singkat dapat di jelaskan bahwa horizon O tersusun atas atau didominasi oleh bahan organik, pecahan-pecahan volumenya kecil sekali dan berwarna gelap dari horizon yang lain dan biasanya berada di atas horizon–horizon yang kondisinya menghambat perombakan bahan organik. Bila lapisan permukaan mencapai suatu ketebalan tertentu dan berwarna gelap karena akumulasi bahan organik, maka horizon A akan terbentuk dan horizon B berada di bawah horizon A dimana partikel-partikel koloid di akumulasikan. Selain itu, dengan metode sortir pula kami menemukan semut dan hewan yang berwarna putih.
Pengamatan juga dilakukan dengan metode dinamik dengan merangsang hewan tanah untuk berkumpul pada bejana koleksi dan kemudian diambil. Namun metode ini memiliki kekurangan karena yang akan terkumpul hanyalah hewan yang hidup dan aktif dan dapat mencapai tempat koleksi, sehingga hewan yang lemah tidak akan terambil. Kelemahan ini akan menyebabkan data yang di dapat akan rendah dri kenyataan yang sebenarnya (under estimate), selain itu pupa dan telur tidak akan di dapat.
Cara pengambilan contoh tanah secara dinamik banyak macamnya. Pada metode ini hewan tanah dirangsang untuk meniggalkan sampel tanah. Rangsangan itu bisa berupa panas, listrik, zat kimia, atau kelembaban. Metode ini juga disebut metode kelakuan (behavioural) karena hewan tanah tadi menuju bejana koleksi sesuai dengan tanggapannnya terhadap rangsangan  yang diberikan tadi. Pada metode dinamik dikenal metode ekstraksi kering, ekstraksi basah, ekstraksi kimia, dan ekstraksi listrik. Pada praktikum kali ini kami melakukan ekstraksi kering. Ekstraktor kering seperti pada alat corong Barlese Tullgren menggunakan panas untuk memaksa hewan tanah itu mennuju bejana koleksi.
Pada pengukuran suhu sebelumnya, suhu tanah di ketiga plot tersebut  sebesar  28°C. Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Sedangkan pH tanah di ketiga plot tersebut adalah 7. Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo dkk., 1996).
Perbedaan jenis serta jumlah hewan tanah yang ditemukan pada masing-masing plot tersebut juga mungkin disebabkan oleh keberadaan vegetasi yang tumbuh pada tanah tersebut, karena keberadaan vegetasi juga mempengaruhi kelangsungan hidup organisme tanah yang berada di dalamnya.
Pada praktikum kali ini hewan tanah yang dominan adalah cacing tanah. Sedangkan cacing tanah (Lumbricus terristris) itu sendiri merupakan contoh yang mewakili klas Chactopoda. Tubuhnya terbungkus oleh kutikula yang transparan guna untuk melindungi tubuh dari gangguan fisis atau khemis. Makanan cacing adalah bakteri, fungi, bahan-bahan tanaman yang mudah membusuk. Cacing tanah terdapat lubang-lubang, mempunyai pengaruh besar pada tanah-tanah yang ditumbuhi tanaman dan jarang dijumpai pada tanah yang kekurangan calcium, pada musim kering atau pada tanah asam.
Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu.
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara :
a.    Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur
b.    Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin
c.    Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus
d.   Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas
e.    Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah

G.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada semua plot ditemukan hewan tanah, namun pada plot ketiga lapisan kedua tidak ditemukan hewan tanah.
1.      Plot 1
·      Lapisan 1: semut (4 ekor)
·      Lapisan 2: hewan berwarna putih (2 ekor)
2.      Plot 2
·      Lapisan 1: cacing (4 ekor)
·      Lapisan 2: hewan berwarna putih (2 ekor)


3.      Plot 3
·      Lapisan 1: semut (2 ekor)
·      Lapisan 2: tidak ditemukan hewan

H.      Daftar Pustaka
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta. Kanisius.

Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4th Edition. John Wiley and Sons Inc. New York

Holmes W.E. and D.R. Zak. 1994. Soil microbial biomass dynamics and net nitrogen mineralization in Northern Hardwood ecosystems. Soil Sci. Soc. Am. J. 58:238-243. (e-book)

Killham K. 1999. Soil ecology. Cambridge University Press. United Kingdom

Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jilid Tiga. Erlangga. Jakarta

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Handayanto, E. 2007. BIOLOGI TANAH Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Yogyakata: Pustaka Adipura















 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar